REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menerima 27.816.771 laporan yang terdiri dari 24 juta lebih laporan transfer dana dari dan keluar negeri pada 2022. Rinciannya, tiga juta lebih laporan transaksi keuangan tunai, 90.742 laporan transaksi keuangan mencurigakan, 90.799 laporan transaksi penyedia barang dan jasa, serta 1.304 laporan penundaan transaksi.
"Sepanjang 2022, PPATK telah menyampaikan 1.290 laporan hasil analisis yang terkait dengan 1.722 laporan transaksi mencurigakan, dengan nilai nominal transaksi yang diduga terkait dengan tindak pidana mencapai Rp 183,88 triliun," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Selasa (14/2/2023).
PPATK turut membantu penerimaan negara dari tiga hasil pemeriksaan atas perkara yang telah berkekuatan hukum tetap, yaitu penerimaan negara dari denda Rp 1,65 miliar, uang pengganti Rp 13,9 miliar, dan 1,09 juta dolar Singapura. Lembaganya juga berkontribusi pada penerimaan negara sektor pajak melalui hasil analisis dan pemeriksaan senilai lebih dari Rp 7,04 triliun.
"Terkait dengan pengungkapan perkara TPPU, PPATK telah memberikan hasil analisis dan hasil pemeriksaan dari berbagai tindak pidana sebagai berikut, hasil analisis dan hasil pemeriksaan terkait dengan tindak pidana korupsi senilai Rp 81,3 triliun, terkait pidana perjudian senilai Rp 81 triliun," ujar Ivan.
Ihwal green financial crime, hal tersebut terkait dengan sumber daya alam (SDA) senilai Rp 4,8 triliun. Tindak pidana narkotika sebesar Rp 3,4 triliun, penggelapan dana yayasan senilai Rp 1,7 triliun, dan berbagai pengungkapan perkara lainnya.
"Sementara terkait dengan tindak pidana pendanaan terorisme, khususnya pada tahun 2022, PPATK telah menyampaikan hasil analisis atau informasi sebanyak 131 laporan kepada kepolisian, BIN, Bea Cukai, dan PPATK negara lain," ujar Ivan.