Kamis 16 Feb 2023 20:26 WIB

BI: Pelonggaran Mobilitas Cina Diproyeksikan Positif untuk Ekonomi Global

Suku bunga diprakirakan masih tetap tinggi sepanjang 2023.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Lida Puspaningtyas
 Orang-orang memakai masker wajah di dalam kereta di Beijing, China, 03 Januari 2023. Para ilmuwan telah memperingatkan China bahwa negara tersebut akan menghadapi beberapa gelombang infeksi COVID-19 karena varian Omicron bermutasi untuk menyebar lebih cepat dan menghindari kekebalan. Menurut ahli virologi Shan-Lu Liu dari Ohio State University di AS, tingkat infeksi ulang akan meningkat karena perlindungan vaksin berkurang. Orang-orang dari Beijing, Shanghai, dan Wuhan telah kembali bekerja karena pembatasan telah dicabut dan ketika China berupaya memulihkan ekonominya.
Foto: EPA-EFE/MARK R. CRISTINO
Orang-orang memakai masker wajah di dalam kereta di Beijing, China, 03 Januari 2023. Para ilmuwan telah memperingatkan China bahwa negara tersebut akan menghadapi beberapa gelombang infeksi COVID-19 karena varian Omicron bermutasi untuk menyebar lebih cepat dan menghindari kekebalan. Menurut ahli virologi Shan-Lu Liu dari Ohio State University di AS, tingkat infeksi ulang akan meningkat karena perlindungan vaksin berkurang. Orang-orang dari Beijing, Shanghai, dan Wuhan telah kembali bekerja karena pembatasan telah dicabut dan ketika China berupaya memulihkan ekonominya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global berpotensi lebih baik dari perkiraaan. Hal tersebut menyusul pelonggaran atau penghapusan Zero Covid Policy di China.

"Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global berpotensi lebih tinggi dari prakiraan 2,3 persen sebelumnya," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Dewan Gubernur BI Bulanan Februari, Kamis (16/2/2023).

Baca Juga

Perry menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Cina berpotensi lebih tinggi dengan permintaan domestik yang meningkat. Hal tersebut sejalan dengan pembukaan ekonomi Tiongkok pascapenghapusan Zero Covid Policy.

Sementara itu, Perry memproyeksikan perekonomian Amerika Serikat (AS) dan Eropa melambat dengan risiko resesi yang masih tinggi. Sementara itu, inflasi global diproyeksikan menurun secara gradual yang dipengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan perbaikan gangguan rantai pasokan meskipun tetap pada level tinggi seiring harga energi dan pangan yang belum turun signifikan dan pasar tenaga kerja terutama di AS dan Eropa yang masih ketat.

Perry menyebut, inflasi yang melandai diprakirakan mendorong kebijakan moneter ketat di negara maju mendekati titik puncaknya. "Suku bunga diprakirakan masih tetap tinggi sepanjang 2023," tutur Perry.

Meskipun begitu, Perry melihat, ketidakpastian pasar keuangan global juga mereda. Hal itu menuurtnya, berdampak pada meningkatnya aliran modal global ke negara berkembang. Tekanan depresiasi nilai tukar di berbagai negara tersebut berkurang," jelas Perry.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement