REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena mal sepi pengunjung dan berkurangnya banyak tenant seakan menunjukkan bisnis pusat perbelanjaan tak memiliki prospek lagi atau tidak memiliki masa depan. Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) memandang kondisi tidak menunjukan kinerja pusat perbelanjaan keseluruhan.
"Saya kira tidak demikian. Itu salah satu contoh terjadinya perubahan akibat pandemi Covid-19, termasuk industri pusat perbelanjaan," kata Ketua APPBI Alphonzus Widjaja, dalam dalam Rakernas APPBI di Hotel Grand Hyatt, Kamis (23/2/2023).
Dia menjelaskan, secara umum tingkat kunjungan mal pada 2022 secara nasional sudah 90 persen dari sebelum pandemi. Bahkan menurutnya, beberapa mal sudah lebih dari 100 persen.
Meskipun begitu, Alphonzus mengakui beberapa mal atau pusat perbelanjaan kondisinya tidak seramai seperti sebelumnya. "Apalagi di kota besar seperti di pusat Jakarta, ini fungsi pusat belanja itu bukan hanya lagi sebagai tempat belanja tapi ada fungsi lain adalah lebih kepada customer journey contohnya ada tempat berkumpul," jelas Alphonzus.
Jadi, lanjut dia, pusat perbelanjaan yang tidak memiliki fasilitas tempat berkumpul maka akan ditinggalkan masyarakat. Dia menilai, mal yang ramai saat ini memiliki fasilitas tersebut.
"Secara logika saja, setelah PPKM dicabut yang dicari bukan belanja tapi ingin berinteraksi sosial dengan sesamanya. Sudah hampir tiga tahun tidak bertemu," ungkap Alphonzus.
Dia menilai, saat ini yang paling dibutuhkanyaitu tempat interaksi sosial secara langsung. Salah satu tempat untuk interaksi sosial yaitu pusat perbelanjaan.