REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dzulfian Syafrian menilai belanja dan menabung adalah dua hal yang baik untuk negara.
Dzulfian mengatakan, dengan berbelanja seseorang telah memberi pendapatan bagi orang lain. Namun, kata "belanja" sering dikonotasikan sebagai kegiatan konsumtif yang negatif.
"Tanpa belanja maka tidak akan ada transaksi, ekonomi mandek. Tanpa belanja, tidak ada pembeli, penjual/produsen pun akhirnya menjadi lesu, ujung-ujungnya bisa gulung tikar," ujar Dzulfian dilansir Antara di Jakarta, Jumat (24/2/2023).
Ia melanjutkan, kesadaran menabung baik untuk individu dan perekonomian secara keseluruhan. Bagi orang pribadi, tabungan akan menjadi cadangan ketika terjadi sesuatu yang tak terduga, seperti musibah, sakit, bencana, dan pengeluaran lainnya. Bagi ekonomi, tabungan tinggi merupakan sumber pendanaan yang murah.
"Akhirnya suku bunga bisa kita tekan, kredit menjadi lebih murah, investasi naik, perekonomian bisa melesat karena tambahan 'darah' dari dana tabungan ini," kata Dzulfian.
Namun demikian, Dzulfian menekankan bahwa belanja yang tidak boleh dilakukan adalah yang bersifat berlebihan atau di luar kemampuan seseorang tanpa perencanaan yang matang. Belanja yang dipaksakan ini dapat berujung pada musibah terlilit utang dan mendadak bangkrut.
Menurut dia, masyarakat perlu diajarkan melek kelola keuangan agar tepat guna dalam mengalokasikan setiap peser uang. Lebih lanjut, Dzulfian mengatakan pemerintah perlu menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pasokan guna meningkatkan daya belanja masyarakat.
"Tanpa itu masyarakat akan naik turun belanjanya karena adanya ketidakpastian harga dan ketersediaan barang, apalagi ini sudah mau Ramadhan, harga barang-barang biasanya pada melonjak, ini harus diantisipasi," kata Dzulfian.
Di 2022, Jokowi mengatakan konsumsi masyarakat atau konsumsi rumah tangga berada di angka 4,93 persen. Oleh karena itu, dia berharap pada 2024 nanti angka konsumsi masyarakat bisa berada di angka 5,4 persen.
Selain itu, pada 2022 belanja masyarakat yang ditahan dan tidak dibelanjakan atau ada dalam tabungan di bank mencapai Rp 690 triliun. Hal itu menunjukkan bahwa masyarakat mengerem untuk berbelanja.