Senin 27 Feb 2023 00:55 WIB
Setahun Perang Rusia-Ukraina

Bagi Rusia, Tidak Ada Perang

Simbol Z dan V merupakan tanda dukungan terhadap invasi Rusia ke Ukraina

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Pemuda berjalan melewati grafiti di dinding di St Petersburg, Rusia, Rabu, 23 Maret 2022. Huruf Z dan V, menjadi simbol militer Rusia.
Foto: AP/AP
Pemuda berjalan melewati grafiti di dinding di St Petersburg, Rusia, Rabu, 23 Maret 2022. Huruf Z dan V, menjadi simbol militer Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Malam-malam di ibu kota Rusia Moskow tidak banyak menunjukkan tanda sebuah negara sedang berperang. Kerumunan yang ceria memadati restoran dan bar di lingkungan Sretenka dengan diawasi oleh petugas yang ditandai sebagai "polisi turis" pada Sabtu (19/2/2023). Di dekat area itu, seorang pemandu memimpin sekitar 40 turis ke sebuah gereja berusia 300 tahun.

Hanya ada "Z" muncul di beberapa titik. Huruf terakhir alfabet ini merupakan simbol "operasi militer khusus" Rusia atau publik global lebih mengenal dengan tindakan invasi di Ukraina. Sebuah poster seorang prajurit berwajah tegas, dengan slogan "Kemuliaan bagi para pahlawan Rusia" menjadi pengingat bahwa konflik telah berlarut-larut selama setahun.

Di awal-awal invasi yang dimulai pada 24 Februari 2022, tanda ini lebih sering terlihat. Halte bus, rambu jalan, dan bahkan kereta bayi, menampilkan tanda tersebut. Tanda "Z" dan "V" yang khas ini ditampilkan Rusia dalam warna putih di sayap dan hidung tank serta kendaraan lapis baja yang menyerbu Ukraina. Huruf-huruf serta garis diagonal panjang dianggap sebagai penanda bagi tentara Rusia untuk mengidentifikasi kontingen kekuatannya yang berbeda, meskipun tindakan itu belum dikonfirmasi hingga sekarang.

Pejabat yang ditugaskan untuk urusan pemuda dan pendidikan patriotik di wilayah Arkhangelsk Rusia Ivan Zhernakov  mengatakan, Z berarti "Untuk Kemenangan" dan "Untuk Persatuan". Sedangkan "V" adalah simbol tradisional untuk kemenangan. Kini simbol itu merupakan tanda dukungan terhadap invasi Rusia ke Ukraina yang memasuki satu tahun.

Pada momentum kali ini, kondisi perlawanan terhadap propaganda pemerintah Rusia mulai reda. Hasil itu didapatkan dengan tindakan keras pemerintah yang luas telah membungkam perbedaan pendapat, dengan lawan politik dipenjara atau melarikan diri ke luar negeri.

Bahkan pemerintah  Presiden Vladimir Putin menerapkan undang-undang baru. Aturan itu secara efektif mengkriminalisasi ekspresi publik melawan perang. Tindakan keras itu dilakukan dengan segera, kejam, dan tak tertandingi di Rusia pasca-Uni Soviet.

Media tidak dapat menyebut serangan di Ukraina sebagai "perang". Pengunjuk rasa yang menggunakan kata itu pada plakat akan dikenakan denda yang besar. Sebagian besar yang turun ke jalan dengan cepat ditangkap. Demonstrasi tentu saja selalu gagal.

Situs berita independen diblokir, begitu pula Facebook, Instagram, dan Twitter. Sebuah stasiun radio terkemuka dihentikan siarannya. Surat kabar Novaya Gazeta yang dipimpin oleh pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 2021 Dmitry Muratov juga telah kehilangan lisensinya.

Sedangkan kritikus terkemuka Putin meninggalkan Rusia atau ditangkap. Contoh saja Ilya Yashin dihukum delapan setengah tahun, Vladimir Kara-Murza dipenjara untuk menunggu persidangan, dan Alexei Navalny tetap berada dalam jeruji.

Sedangkan para seniman dan artis yang menentang perang dengan cepat kehilangan pekerjaan, dengan drama dan konser dibatalkan. “Fakta bahwa Putin berhasil mengintimidasi sebagian besar masyarakat kita sulit disangkal,” kata Yashin kepada Associated Press dari penjara tahun lalu.

Pembersihan kritik diikuti oleh propaganda secara royal. Siaran televisi pemerintah menangguhkan beberapa acara hiburan dan memperluas program politik dan berita. Tindakan ini untuk meningkatkan narasi bahwa Rusia sedang membersihkan Ukraina dari Nazi yang merupakan klaim Istana Kremlin sebagai dalih untuk invasi. Pesan lainnya adalah melawan kendali aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Pesan-pesan ini berjalan dengan baik di Rusia. “Gagasan bahwa NATO ingin menghancurkan Rusia atau setidaknya melemahkan … itu sudah menjadi hal yang biasa bagi tiga perempat (responden jajak pendapat) untuk banyak orang bertahun-tahun," ujar direktur jajak pendapat independen terkemuka Levada Center Denis Volkov.

Mungkin kejutan terbesar terjadi pada September tahun lalu, ketika Kremlin mengerahkan 300 ribu pasukan cadangan. Meskipun disebut sebagai panggilan "sebagian", pengumuman tersebut menimbulkan kepanikan di seluruh negeri.

Sebagian besar pria di bawah 65 tahun secara resmi menjadi bagian dari cadangan pasukan itu. Penerbangan ke luar negeri terjual habis dalam hitungan jam dan antrean panjang terbentuk di perbatasan Rusia. Ratusan ribu orang diperkirakan telah meninggalkan negara itu pada minggu-minggu berikutnya.

sumber : Reuters / AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement