REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Rusia menuduh Amerika Serikat (AS) merencanakan provokasi di Ukraina menggunakan bahan kimia beracun. Itu merupakan tanggapan Moskow atas pernyataan mantan duta besar AS untuk Rusia John Sullivan yang menyebut bahwa pasukan Rusia berencana menggunakan senjata kimia di area operasi militer khusus.
“Kami menganggap informasi ini (pernyataan John Sullivan sebagai niat AS dan antek-anteknya untuk melakukan provokasi di Ukraina menggunakan bahan kimia beracun,” ujar Igor Kirilov yang menjabat sebagai kepala pasukan pertahanan radiasi, kimia, dan biologi di Angkatan Bersenjata Rusia, Selasa (28/2/2023).
Dia menekankan, negaranya tidak akan membiarkan aksi atau tindakan semacam itu terjadi tanpa konsekuensi. “(Rusia) akan mengidentifikasi dan menghukum pelaku sebenarnya,” ujar Kirilov.
Pada November 2022 lalu, Dewan Keamanan PBB menolak resolusi rancangan Rusia yang berisi seruan penyelidikan dugaan keterlibatan AS dalam pengembangan senjata biologis di Ukraina. Rancangan resolusi Rusia hanya memperoleh dua dukungan, yakni dari Cina dan Rusia sendiri. Tiga negara lainnya, yaitu Prancis, AS, dan Inggris menolaknya. Sementara 10 negara lain yang merupakan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB memilih abstain.
Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy menyesalkan hasil pemungutan suara tersebut yang berlangsung pada 2 November tahun lalu tersebut. “Negara-negara Barat menunjukkan dalam segala hal bahwa hukum tidak berlaku untuk mereka. Ini adalah mentalitas kolonial yang biasa kami alami dan kami bahkan tidak terkejut dengan hal itu,” ucapnya.
Polyanskiy berjanji, isu tentang dugaan keterlibatan AS dalam pengembangan senjata biologis di Ukraina akan kembali dikemukakan di Biological Weapons Convention yang diagendakan digelar di Jenewa, Swiss pada 28 November hingga 16 Desember mendatang.
Sementara itu Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan, negaranya menentang rancangan resolusi Rusia karena hal itu didasarkan pada disinformasi, ketidakjujuran, dan iktikad buruk. “(Rancangan resolusi) ini adalah tonggak untuk penipuan dan kebohongan. Tidak ada yang membelinya kecuali Cina,” ujarnya.