REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian BUMN mendorong holding perkebunan untuk menyelenggarakan penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO). Subholding Palmco rencananya akan menggelar IPO pada tahun ini. Menteri BUMN Erick Thohir menjelaskan, IPO holding perkebunan akan mendukung kemandirian pangan.
"IPO Palmco kita juga dorong untuk ketahanan pangan," kata Erick di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (27/2/2023).
Ke depannya, menurut Erick, Palmco berpotensi menguasai lahan perkebunan sawit seluas 600 ribu hektare. Hal tersebut pun membuat pangsa pasar Palmco meningkat pesat.
Saat ini, pangsa pasar Palmco masih kecil yakni hanya sekitar tiga persen. Sehingga, Indonesia masih belum bisa melakukan intervensi pasar saat harga minyak sawit bergejolak.
"Selama ini, kita tidak bisa intervensi karena kita hanya punya tiga persen dari total pasar, kecil sekali. Bagaimana bisa operasi pasar?" ujar Erick.
Sebelumnya, Direktur Utama PTPN III (Persero) selaku induk holding PTPN Mohammad Abdul Ghani berharap, pembentukan Palmco dapat segera terealisasi. Dengan begitu, holding perkebunan mulai bisa mempersiapkan langkah IPO Palmco.
"Persiapan IPO kita hitung-hitung tadinya mau akhir 2022, tapi berubah ke 2023. Mudah-mudahan di kuartal II atau kuartal III 2023. Nilainya sekitar Rp 5 triliun sampai Rp 10 triliun yang akan kita dapat dari situ," kata Ghani.
Ghani menyebut, perubahan IPO tak lepas dari persoalan dalam proses pembentukan subholding Palmco yang tidak mudah. Ghani menilai aksi korporasi ini sejalan dengan visi PTPN menjadi perusahaan terbesar kelapa sawit di dunia pada 2030.
"Sekarang mungkin 500 ribu hektare dulu yang akan masuk Palmco tahap pertama, lainnya bertahap. Targetnya nanti hampir 700 ribu hektare kelapa sawit akan jadi milik PTPN pada 2030," katanya.