Selasa 28 Feb 2023 15:54 WIB

Angka Stunting di NTT Tinggi, Anak-Anak Malah Diminta Sekolah Mulai Pukul 5 Pagi

FSGI menilai kebijakan sekolah dimulai pukul 5 pagi mengancam tumbuh kembang anak.

Sejumlah pelajar melintas di jalan setapak di pinggiran kali ketika hendak berangkat ke sekolah di Kecamatan Alak, Kota Kupang, NTT, Kamis (18/3/2021). Pada tahun ini, pemerintah daerah setempat akan menerapkan kebijakan dimulainya sekolah pukul 5 pagi. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Kornelis Kaha
Sejumlah pelajar melintas di jalan setapak di pinggiran kali ketika hendak berangkat ke sekolah di Kecamatan Alak, Kota Kupang, NTT, Kamis (18/3/2021). Pada tahun ini, pemerintah daerah setempat akan menerapkan kebijakan dimulainya sekolah pukul 5 pagi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Antara

Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat, bersama Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Linus Lusi, beserta para kepala SMA/SMK/SLB negeri di Kota Kupang sepakat untuk mengubah jam masuk sekolah dimajukan pada pukul 05.00 WITA. Hal tersebut memicu respons negatif dari berbagai kalangan, termasuk Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) yang menilai kebijakan itu mengancam tumbuh kembang anak.

Baca Juga

"FSGI mengritik kebijakan masuk sekolah jam 05.00 WITA di NTT dan mendorong pemerintah provinsi NTT mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut karena sangat membahayakan tumbuh kembang anak, sebaiknya dibatalkan karena tidak berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak," kata Sekjen FSGI, Heru Purnomo, Selasa (28/2/2023).

Kebijakan itu disepakati dalam pertemuan bersama yang dilakukan pada Kamis (23/2/2023) lalu di aula Biru Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT. Ada sejumlah dasar pertimbangan. Pertama, sekolah-sekolah berasrama seperti sekolah Katolik berasrama atau pesantren yang memulai aktivitas masuk sekolah pada pukul 05.00 WITA diawali dengan ibadah bersama, senam bersama, baru kemudian mulai aktivitas kegiatan belajar mengajar.

Kedua, aktivitas jual beli di pasar-pasar tradisional di Kota Kupang, NTT, biasa dilakukan sejak pukul 03.00 WITA. Sehingga kebijakan masuk sekolah 05.00 WITA tersebut dipandang sebagai masalah sederhana yang lama-kelamaan dapat menjadi kebiasaan yang bisa diterima masyarakat. Ketiga, kajian geografis menyebutkan, perputaran bumi saat ini begitu cepat dan matahari sudah terbit pada pukul 05.00 WITA.

"Pertimbangannya sangat tidak berperspektif anak, seperti sekolah reguler disamakan dengan sekolah berasrama, dan anak-anak disamakan dengan penjual di pasar yang sudah jualan pukul 3 pagi," menurut Heru.

FSGI juga mengumpulkan pendapat sejumlah guru dan orang tua terkait kebijakan masuk sekolah tersebut. Dari sana didapatkan, banyak orang tua yang tidak setuju dengan kebijakan itu. Responsnya beragam, mulai dari faktor keamanan anak saat menuju sekolah, transportasi yang sulit pada pagi hari, dan kesiapan orang tua di rumah seperti menyediakan sarapan, dan berbagai pertimbangan kesehatan anak.

Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, mengungkapkan, berdasarkan informasi yang pihaknya dapat, kebijakan itu belum dibicarakan dan disosialisasikan kepada para pendidik. Pembicaraan dan penyosialisasian hanya dilakukan kepada para kepala sekolah.

"Sebenarnya banyak pendidik menolak kebijakan ini. Artinya, kebijakan ini dibuat tanpa kajian," kata Retno.

Anak kurang tidur

Jika merujuk pada berbagai kajian tentang dampak buruk bagi anak-anak yang kurang istirahat tidur, maka kebijakan masuk sekolah pukul 05.00 WITA akan berdampak buruk pada tumbuh kembang anak, termasuk pada kesehatan dan kemampuan belajarnya. Usia anak menurut UU Perlindungan Anak adalah 0-18 tahun.

"Apabila sang anak tidak cukup waktu tidurnya, ada dua fase yang sangat mugkin bisa terganggu. Dalam jangka panjang, kesehatan tubuh dan juga pertumbuhan otaknya dapat terpengaruh. Badan jadi mudah lelah, namun prestasi belajar anak juga akan jadi taruhannya," ujar Retno.

Dia menambahkan, sebuah studi membuktikan, anak-anak yang kurang jam tidurnya cenderung memiliki mood yang tidak stabil, mudah marah, sulit konsentrasi ketika melakukan sesuatu, dan mengalami penurunan kemampuan belajar ketika di sekolah. Tidak hanya untuk saat ini, kemampuan belajarnya bertahun-tahun ke depan juga bisa ikut terpengaruh.

"Penelitian yang dipublikasi di Journal Academic Pediatrics ini menunjukkan bahwa gangguan belajar, mengingat, dan analisa pada anak usia sekolah dasar dapat disebabkan oleh kurangnya jam tidur saat anak masih berusia balita. Jadi, jangan pernah menyepelekan kecukupan tidur anak," kata dia.

Stres dan pola hidup tidak sehat sering kali menjadi penyebab seseorang kurang tidur. Padahal, kebutuhan manusia akan tidur setara dengan kebutuhan dasar lainnya, seperti makan dan bernapas. Bila dibiarkan, kurang tidur dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan.

“Tidur sangatlah penting bagi tubuh. Pada saat tidur, tubuh akan memperbaiki diri, baik secara fisik maupun mental, sehingga kita merasa segar dan berenergi saat bangun serta siap menjalani aktivitas. Ini penting dan perlu bagi anak-anak yang sedang tumbuh kembang sampai usianya 18 tahun," terang Retno.

Kebutuhan tidur setiap orang tidak sama. Namun, tubuh umumnya membutuhkan tidur berkualitas selama 7–9 jam setiap harinya. Sementara itu, anak-anak dan remaja membutuhkan waktu tidur lebih banyak, yaitu sekitar 8–10 jam setiap hari.

“Berbagai penelitian menunjukkan kebutuhan tidur yang tidak tercukupi bisa menyebabkan anak terlihat lelah, tubuh terasa lemas, menguap sepanjang hari, dan sulit konsentrasi serta kejang saat tidur," ujar dia.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement