REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan risiko tinggi wabah kolera di Suriah barat laut yang dikuasai oposisi, setelah dua orang meninggal karena kolera menyusul dua gempa bumi dahsyat yang berpusat di provinsi Kahramanmaras Turki pada 6 Februari lalu.
"Risiko penyakit meningkat di tengah wabah kolera yang sudah ada sebelumnya," kata Kepala Urusan Kemanusiaan PBB Martin Griffiths kepada Dewan Keamanan tiga minggu setelah terjadinya gempa.
“Harga makanan, biaya rumah tangga, dan barang-barang penting lainnya naik lebih tinggi," tambahnya, dilansir dari Daily Sabah, Rabu (1/3/2023).
Menurut Griffiths, tindakan segera perlu diambil untuk memulihkan air minum kepada orang-orang di wilayah tersebut, serta untuk mengatasi ancaman kolera yang meluas di Suriah, barat lautnya dan sekitarnya.
Pertahanan sipil yang dikelola oposisi, yang dikenal sebagai White Helmets, mengatakan bahwa jumlah total kematian terkait kolera yang tercatat di barat laut sejak wabah dimulai tahun lalu telah meningkat menjadi 22, dengan 568 kasus non-fatal lainnya dilaporkan.
“Penghancuran infrastruktur, air, dan saluran pembuangan limbah setelah gempa meningkatkan kemungkinan wabah penyakit," kata White Helmets dalam sebuah tweet.
Sebuah laporan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa minggu lalu mengatakan, wabah yang sedang berlangsung telah diperburuk oleh kekurangan parah air bersih di seluruh negeri. Dikatakan juga musim hujan Suriah luar biasa kering dan panas.
Pertama kali dikaitkan pada September 2022 dengan air yang terkontaminasi di dekat Sungai Efrat, wabah menyebar ke berbagai daerah di negara ini yang retak oleh lebih dari satu dekade perang.
Lebih dari 50 ribu orang telah tewas di Turki dan Suriah setelah gempa, yang menggulingkan ribuan bangunan dan menyebabkan kerusakan besar di seluruh wilayah.
Di Suriah, Griffiths mengatakan, ratusan bangunan tetap berisiko runtuh dengan ribuan di kota Aleppo berpotensi membutuhkan pembongkaran. “Banyak orang, tentu saja, takut untuk kembali ke rumah mereka belum disertifikasi dengan aman," kata dia.