REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Al-Mudharabah merupakan akad kerjasama antara dua pihak, untuk pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
Nantinya, apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola maka si pengelola lah yang bertanggung-jawab.
Dalam perbankan, Al-Mudharabah biasanya digunakan pada produk pembiayaan atau pendanaan seperti, pembiayaan modal kerja. Dana untuk kegiatan mudharabah diambil dari simpanan tabungan berjangka, seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana juga bisa didapatkan dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah untuk usaha tertentu.
Sebagai contoh kasus, misalnya Nyonya Khadeeza hendak melakukan usaha modal dengan Rp 50 juta, diperkirakan dari usaha tersebut akan memperoleh pendapatan Rp 10 juta per bulan dan modal disediakan seluruhnya oleh bank syariah.
Dari keuntungan ini, disisihkan dulu untuk mengembalikan modal, misalnya Rp 4 juta. Selebihnya, dibagikan antara bank syariah dengan nasabah sesuai kesepakatan sebelumnya, yaitu 60:40.
Sehingga diperoleh 60 persen untuk bank syariah yakni sebesar Rp 3,6 juta, sementara untuk Nyonya Khadeeza adalah 40 persen yakni sebesar Rp 2,4 juta.
Sumber : Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Revisi 2014, Dr. Kasmir