REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kementerian luar negeri Korea Utara (Korut) pada Ahad (5/3/2023), meminta PBB untuk menuntut penghentian segera latihan militer gabungan oleh Amerika Serikat dan Korea Selatan di Semenanjung Korea. Korut beralasan, latihan militer ini telah meningkatkan ketegangan yang mengancam pihak-pihak tertentu bisa lepas kendali.
"Latihan dan retorika dari sekutu, dinilai Korut, secara tidak bertanggung jawab meningkatkan tingkat konfrontasi," kata Wakil Menteri Luar Negeri Korut untuk organisasi internasional, Kim Son Gyong, dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita negara KCNA.
Amerika Serikat dan Korea Selatan akan melakukan lebih dari 10 hari latihan militer skala besar pada bulan Maret, termasuk pendaratan amfibi, kata pejabat dari kedua negara pada hari Jumat lalu.
AS dan Korea Selatan mengatakan latihan itu diperlukan untuk membela diri dan melawan ancaman yang meningkat dari program rudal balistik dan senjata nuklir Korea Utara.
Korea Utara pada hari Sabtu menyalahkan Amerika Serikat atas apa yang dikatakannya sebagai sistem kontrol senjata internasional sudah hilang. Korut mengancam senjata nuklir Pyongyang adalah tanggapan yang adil untuk memastikan keseimbangan kekuatan di wilayah tersebut.
Sekutu juga melakukan latihan udara gabungan dengan pembom jarak jauh Amerika dan pesawat tempur Korea Selatan pada hari Jumat. Kedua pasukan telah melakukan latihan selama berminggu-minggu untuk armada yang diturunkan khusus.
"PBB dan komunitas internasional harus mendesak AS dan Korea Selatan untuk segera menghentikan ucapan provokatif dan latihan militer bersama mereka," kata Kim.
"Sangat disesalkan bahwa PBB secara konsisten bungkam terhadap latihan tersebut, yang memiliki "sifat agresif yang jelas," katanya menambahkan.
Bulan lalu Kim mengeluarkan pernyataan yang mengatakan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres bersikap sangat tidak adil, tidak seimbang dalam uji coba rudal Korea Utara.