REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masjid Baiat terletak di Mina, tujuh kilometer dari Makkah, berjarak kurang lebih 300 meter dari Jamrah Aqabah. Masjid ini punya nilai penting dalam sejarah perkembangan Islam.
Di tempat yang sekarang menjadi Masjid al Baiat ini Rasulullah SAW menerima bai'at 12 laki-laki dari kabilah Aus dan Khazraj yang datang dari Madinah. Mereka bertemu dengan Nabi Muhammad SAW di Aqabah dan menggelar bai’at untuk beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, tidak mempersekutukan-Nya, menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Bai’at ini dinamakan bai’at Al-Aqabah pertama, terjadi pada tahun ke-12 kenabian.
Kemudian, di tempat yang sama pada tahun ke-13 kenabian, delegasi Yatsrib (Madinah) berjumlah 73 laki-laki dan dua perempuan datang kembali menemui Nabi Muhammad SAW di Aqabah. Rasulullah SAW datang bersama pamannya, Abbas bin Abdul-Muththalib, kemudian menggelar bai’at kedua di Aqabah.
Di sana terjadi kesepakatan untuk melindungi Rasulullah SAW jika berhijrah ke Madinah, memerangi orang yang memerangi mereka, dan berdamai dengan orang yang ingin berdamai dengan mereka.
Nabi Muhammad SAW meminta kepada delegasi Yatsrib agar memilih 12 orang di antara mereka berbai'at dengan semua klausul yang telah disepakati. Lalu dipilihlah sembilan orang dari kaum Khazraj dan tiga orang dari kaum Aus. Bai’at ini dinamakan Baiat Al-Aqobah kedua.
Untuk mengenang peristiwa bersejarah itu, di tempat yang penuh barakah ini telah dibangun sebuah masjid yang diberi nama Masjid Al Baiat. Masjid kuno berukuran 400 meter persegi atau 17 meter x 29 meter dan tingginya sekitar tujuh meter, dengan dinding bagian belakang dua meter. Masjid ini ditemukan sekitar tahun 2005.
Sebelumnya, masjid yang terpendam ini hanya diketahui kalangan terbatas karena letaknya terpencil.
Masjid Baiat tidak seperti masjid pada umumnya, masjid kuno berwarna krem ini dikelilingi pagar besi berwarna hitam. Para peziarah bisa melihat kondisi dari luar atau melongok sebagian ruangan dari jendelanya yang dibiarkan terbuka.
Sejarah Masjid Baiat ini dijelaskan dalam buku Tuntunan Manasik Haji dan Umroh yang dipublis Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama, 2020.