REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Efisiensi telah membantu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI membukukan kinerja positif dalam mengarungi masa pemulihan pascapandemi. Dari sisi bottom line, BRI mencetak laba bersih Rp 51,4 triliun, tumbuh signifikan 67,15 persen dibandingkan periode yang sama pada 2021.
Direktur Utama BRI Sunarso menjelaskan, pertumbuhan laba yang signifikan ini utamanya ditopang keberhasilan efisiensi. "BRI berhasil menekan biaya dana (CoF) melalui perbaikan funding structure serta peningkatan dana murah (CASA)," kata Sunarso, Rabu (8/2/2023).
Sunarso memaparkan, BRI berhasil meningkatkan CASA menjadi 66,70 persen dari periode yang sama 2021 sebesar 63,08 persen. Hal ini berdampak pada penurunan biaya dana dari semula 2,05 persen di akhir 2021 menjadi hanya 1,87 persen di akhir 2022.
Keberhasilan efisiensi juga tecermin dari Rasio Biaya Operasional (BOPO), Cost Effciency Ratio (CER)dan juga Cost to Income Ratio (CIR) yang membaik dibandingkan periode sama 2021. BOPO tercatat 69,10 persen, membaik dari 78,54 persen, CER juga membaik dari sebelumnya 50,25 persen menjadi 48,16 persen. Sementara CIR membaik dari 48,56 persen menjadi 47,38 persen.
"Data ini menunjukkan artinya BRI semakin efisien," tegas Sunarso.
Di samping itu, membaiknya kualitas kredit yang disalurkan memberikan dampak positif terhadap efisiensi yang dilakukan perseroan. BRI berhasil menurunkan Cost of Credit dari 3,78 persen menjadi 2,55 persen.
Faktor selanjutnya yang menopang pertumbuhan laba yakni pendapatan berbasis komisi atau fee base income yang tumbuh double digit sebagai dampak dari transformasi digital. Pendapatan ini berkontribusi secara masif terhadap kinerja BRI secara keseluruhan.
Pada akhir Desember 2022, BRI berhasil menghimpun pendapatan berbasis komisi senilai Rp 18,8 triliun atau tumbuh 10,16 persen yoy, sehingga fee to income ratio mencapai 11,37 persen. Menurut Sunarso, peningkatan pendapatan berbasis komisi tidak lepas dari digitalisasi yang terus dilakukan perseroan.
"Saat ini, 99 persen transaksi sudah dilakukan secara digital dan sisanya hanya satu persen saja yang dilakukan melalui unit kerja BRI," kata Sunarso.
Sunarso mengambil contoh transaksi di BRImo. Sampai akhir 2022, superapps milik BRI itu sudah digunakan oleh 23,85 juta pengguna dengan volume transaksi mencapai Rp 2.669 triliun. Dari BRImo, perseroan mampu memperoleh pendapatan berbasis komisi Rp 1,6 triliun.
Selain BRImo, komisi juga datang dari agen BRILink. Sampai akhir 2022, BRI memiliki 627 ribu agen BRILink, meningkat dari 540 ribu agen pada akhir 2021. Sepanjang tahun lalu, volume transaksi agen mencapai Rp 1.297 triliun dan menyumbangkan fee base income sebesar Rp 1,4 triliun.
Faktor ketiga pendorong pertumbuhan laba BRI adalah recovery rate. BRI terus mengoptimalkan upaya recovery sebagai bagian meningkatkan pendapatan. "Hal tersebut tecermin dari recovery rate di akhir 2022 yang mencapai 59,12 persen sehingga pendapatan dari recovery BRI pada akhir tahun lalu meningkat 33,59 persen," jelas Sunarso.