REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus menyatakan dirinya menyambut baik keputusan Menteri BUMN Erick Thohir untuk merelokasi unit TBBM Plumpang ke area reklamasi milik PT. Pelindo.
Menurut Deddy, dirinya sudah mendiskusikan rencana itu dengan Menteri BUMN dan mengusulkan relokasi Depo Plumpang kepada jajaran direksi Pertamina sejak dua tahun lalu dalam beberapa kesempatan rapat di DPR.
“Saya mengusulkan hal itu sejak terjadinya insiden kebakaran di kilang Indramayu pada Maret 2021 yang lalu. Dari berbagai rapat itu saya mendapat data tentang kondisi kerentanan kilang dan TBBM milik Pertamina di berbagai daerah. Jadi Plumpang itu hanya salah satu lokasi dan memang yang paling rentan dibanding lokasi lainnya,” kata Deddy, dalam keterangannya, Selasa (7/3/2023).
“Depo raksasa milik Pertamina itu dikepung oleh pemukiman ilegal yang justru sangat membahayakan keselamatan rakyat itu sendiri,” tambah Deddy.
Menurut Deddy, Pertamina sebenarnya memiliki standar prosedur yang mengatur keberadaan kilang dan TBBM miliknya. Tetapi kemudian banyak orang yang menduduki lahan milik Pertamina tersebut tanpa memperdulikan kerentanan batau resiko yang mereka hadapi. Hingga akhirnya terjadi insiden besar yang menyebabkan korban jiwa serta harta benda bagi masyarakat itu sendiri.
Menurut data yang dimilkinya, Deddy mengatakan bahwa lahan milik Pertamina di kawasan itu dibeli pada tahun 1971 seluas 153,4 hektare dan terbagi di 5 lokasi. Tetapi kondisi saat ini, Pertamina hanya menguasai area seluas seluas 71,9 hektare dan sisanya seluas 81,6 ha diduduki oleh masyarakat secara ilegal.
Pemukiman warga yang saat ini mengepung instalasi dengan kerentanan tinggi itulah yang kemudian menyebabkan bencana saat terjadi insiden beberapa waktu lalu, ujar Politikus Muda PDIP kelahiran Pematang Siantar itu.
Jika akhirnya Pertamina diperintahkan untuk merelokasi TBBM milik mereka, menurut Deddy, itu adalah hal yang baik. Tetapi membangun tangki-tangki raksasa di lokasi baru membutuhkan waktu yang panjang, bisa 5-6 tahun hingga akhirnya bisa pindah total. Dan dalam rentang waktu itu, bukan tidak mungkin terjadi insiden lagi.
Oleh karena itu, Deddy menyarankan agar lokasi-lokasi yang berada dalam area buffer zone ditertibkan untuk mencegah resiko terjadinya hal serupa di masa depan.
“Penertiban di wilayah itu juga diperlukan sebagai upaya penegakan hukum, sebab warga menempati wilayah yang secara hukum merupakan aset negara dalam hal ini Pertamina,” kata Deddy.
Dirinya mengaku khawatir, jika lahan milik negara itu tidak ditertibkan, akan menjadi preseden sehingga akan menyulitkan penertiban di wilayah-wilayah beresiko lainnya. Karenanya, Deddy menyarankan agar pemerintah pusat, provinsi, dan Pertamina, memikirkan secara serius relokasi dan penataan warga pemukim tanpa hak tersebut.
“Bisa dilakukan dengan menyediakan luasan tertentu di wilayah itu atau membangun rusun/rusunawa yang aman dari bencana,” saran Deddy.
Lagipula, lanjutnya, pemukiman di areal lahan Pertamina itu juga sangat rentan terhadap kebakaran, sebab sangat padat dan tidak tertata. Dari sisi kesehatan, pemukiman tersebut juga sangat tidak layak karena sanitasi dan sirkulasi udara yang sangat buruk.
Baca juga : HGB Keluarga Korban Kebakaran Plumpang Ternyata 20 Tahun, Baru Habis 2039
Baginya, secara etis, membiarkan warga bermukim di lahan yang bukan haknya juga bisa dikatakan tidak adil terhadap warga lainnya. Warga yang taat hukum tentu beranggapan bahwa pemerintah tidak tegas, saat mereka harus bersusah payah untuk membeli lahan, tetapi di sisi lain warga tanpa hak bisa mendapatkan lahan tanpa hak.
“Oleh karena itu, saya menyarankan agar relokasi Depo TBBM Plumpang itu juga diikuti dengan penertiban dan penataan kawasan secara menyeluruh,” ujar Anggota DPR dari daerah pemilihan Kalimantan Utara tersebut.