REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Abdurohman mengatakan pemerintah berupaya agar kebijakan subsidi energi ke depan lebih tepat sasaran dan adil.
"Kerangka kebijakan subsidi energi ke depan akan diarahkan lebih ke ketepatan sasaran dan dari sisi keadilan," kata Abdurohman dalam Diskusi Publik: Subsidi Energi dan Kemiskinan yang dipantau virtual di Jakarta, Rabu (8/3/2023).
Ia menuturkan untuk program pengentasan kemiskinan, ketepatan dalam penargetan (pensasaran) penerima manfaat menjadi penting bagi peningkatan efektivitas program bantuan sosial dan subsidi.
Pelaksanaan program bantuan sosial dan subsidi menghadapi beberapa tantangan, yakni masih rendahnya alokasi bantuan sosial, isu ketidaktepatan sasaran dan belum optimalnya dampak program terhadap penurunan kemiskinan.
"Oleh karenanya, perbaikan basis data yang berkelanjutan diperlukan untuk meningkatkan ketepatan sasaran dan efektivitas program," kata Abdurohman.
Menurut dia, bantuan sosial berperan penting bagi peningkatan kesejahteraan. Namun, pelaksanaannya masih kurang tepat sasaran dan manfaatnya menurun. 80,2 persen rumah tangga menerima setidaknya satu program bantuan sosial di 2021.
Dari sisi efektivitas dalam penurunan angka kemiskinan, Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan program yang paling efektif untuk menurunkan kemiskinan, kemudian diikuti dengan Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar (PIP), sedangkan subsidi LPG yang memang paling rendah.
"Kalau kita lihat dari tahun ke tahun efektivitasnya memang semakin menurun, ini mungkin kaitannya karena ada kenaikan inflasi sementara dari sisi indeksnya masih belum disesuaikan," ungkapnya.
Menurut Abdurohman, konsep dasar dari reformasi subsidi energi adalah getting the price right, artinya bahwa harga barang yang terbentuk memang harus melalui mekanisme pasar. Namun, ada dimensi untuk memproteksi atau melindungi kelompok miskin untuk menjaga keterjangkauan mereka akan kebutuhan dasarnya.
Ia menuturkan subsidi berbasis harga saat ini belum sepenuhnya tepat sasaran dan lebih banyak dinikmati golongan mampu sehingga terjadi inclusion error. "Namun kalau kita lihat kondisi sekarang kan subsidi berbasis harga ini memang kita tidak bisa memisahkan antara yang miskin dan yang kaya terutama di subsidi energi," ujarnya.
Untuk itu, program perlindungan sosial berbasis penerima manfaat dapat mengurangi inclusion error dan lebih efektif dalam penurunan kemiskinan dan ketimpangan. Sementara pemutakhiran data penerima manfaat akan memperbaiki dari sisi exclusion error.
"Reformasi dari subsidi berbasis komoditas menjadi subsidi berbasis penerima manfaat ini menjadi jalan keluar yang saya kira perlu terus diupayakan karena ini akan memberikan ketepatan sasaran yang lebih besar," ujarnya.