REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar RI untuk Mesir, Lutfi Rauf mengungkapkan terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi Indonesia terkait ekspor produk industri halal. Di Mesir, ini terjadi salah satunya terkait kesepakatan perjanjian dagang.
Upaya yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan hambatan-hambatan tersebut adalah dengan melibatkan para stakeholder terkait, dalam hal ini pemerintah dan pelaku bisnis.
"Dari sisi G2G atau government to government dapat dilakukan dengan penandatanganan kesepakatan pembentukan komite bersama di bidang perdagangan atau Joint Trade Committee (JTC)," kata Lutfi dalam webinar internasional "Peluang dan Tantangan Produk Unggulan Lokal dan Kampus Berbasis Bisnis dan Digital di Era E-Commerce", dikutip Kamis (9/3/2023).
Upaya lainnya yang bisa dilakukan untuk memitigasi hambatan adalah dengan melakukan kesepakatan kerjasama secara bisnis ke bisnis melalui joint venture dan kerja sama antar pelaku usaha Indonesia-Mesir. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mempromosikan produk-produk unggulan dan potensial.
Berbagai produk yang dapat dipromosikan seperti barang primer, kreatif, dan manufaktur. Ini dilakukan melalui keikutsertaan pada pameran dagang, optimalisasi diaspora, door to door promotion serta optimalisasi teknologi.
Hadir dalam kesempatan yang sama, Atase Perdagangan KBRI Kairo Adi Purwanto Moefthi menuturkan, untuk memperkuat sisi rantai suplai di hulu, para produsen Indonesia dapat memanfaatkan bantuan dari Trade Agreement (FTA) Centre. Produsen juga bisa meminta bantuan ke Kementerian Perdagangan untuk mengakses informasi mengenai pangsa pasar produk tertentu dalam suatu negara atau yang dikenal dengan market brief product.
"Seperti di Sulawesi Selatan, untuk mereka yang sudah siap melakukan kegiatan ekspor, dapat memanfaatkan juga bantuan dari FTA Centre yang ada di Makassar, termasuk Kemendag pusat dalam mengakses informasi market brief produk Indonesia di luar negeri sebagai bahan referensi pasar produk unggulan Indonesia," ujarnya.
Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Cheirani mengungkapkan, komoditas pertanian dan perkebunan yang ada di Bone memiliki potensi tinggi dan bisa bersaing di pasar global. Beberapa komoditas tersebut adalah produk pisang, kunyit, tebu, produk budidaya laut dan perikanan, selain itu juga ada produksi briket arang kelapa.
"Kami juga terus mendorong peningkatan UMKM di Bone sebagai tulang punggung perekonomian di daerah seperti songkok Bone "Songko Recca", produk coklat kacang Mariqi Chococawa, produk kerikik brownies Jipang'ta, markisa asli Anugrah Bone, Palm Sugar, Wajo dengan sutra, Bantaeng dengan wisata pantai, gerabah yang dikelola oleh Kab. Takalar, dan Makassar dengan wisata kuliner dan kreatif," tuturnya.
Untuk bisa bersaing di pasar global, Ketua Yayasan Pendidikan ArungPalakka (YPAP) , Syamsul Raimdoya berjanji akan terus berkontribusi dalam hal pengembangan sumber daya manusia (SDM). Lembaga pendidikan ArungPalakka, kata Syamsul, diharapkan dapat berkonstribusi dalam melihat potensi bisnis digital, kewirausahaan dan teknik geologi yang berkembang saat ini.
Hal senada diungkapkan Rektor Institut Teknologi dan Bisnis ArungPalakka (ITB ArungPalakka) , Rabiatul Adawiyah. Ia berharap dengan adanya pengembangan SDM serta pengembangan ekonomi dan produk lokal dapat diserap baik secara domestik maupun global sehingga menghasilkan SDM serta produk yang unggul.
"Ke depan diharapkan pula adanya MoU kerjasama Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) ArungPalakka, Kadin Bone dengan KBRI Kairo," ucapnya.