Ahad 12 Mar 2023 15:37 WIB

Hasil Ijtima Ulama Jabar: Pejabat Pajak yang 'Bermain-main' Harus Disanksi Keras

Para ulama sepakat jika pajak merupakan implementasi kewajiban zakat dalam Islam.

Para pengasuh pesantren, kiai, bu nyai, dan ajengan anom menggelar Ijtima Ulama se-Jawa Barat, di Universitas Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, Ahad (12/3).
Foto: Dok Istimewa
Para pengasuh pesantren, kiai, bu nyai, dan ajengan anom menggelar Ijtima Ulama se-Jawa Barat, di Universitas Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, Ahad (12/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perkara yang kini membelit mantan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo memunculkan kekhawatiran dari kalangan ulama di Jawa Barat (Jabar). Para ulama meminta pemerintah mengambil langkah hukum tegas terhadap penyeleweng pajak untuk menjaga kepercayaan masyarakat agar tidak tergerus.

"Para ulama memandang pajak merupakan instrumen untuk memastikan distribusi kekayaan nasional agar tercipta keadilan sosial. Maka jika ada pihak-pihak yang sengaja 'bermain-main' dengan otoritas mereka sebagai pejabat pajak maka layak untuk disanksi sekeras-kerasnya," ujar juru bicara Ijtima Ulama se-Jawa Barat, KH Acep Adang Ruhiat, dalam keterangannya, Ahad (12/3/2023).

Baca Juga

Saat ini beberapa kasus dugaan penyalahgunaan pajak mencuat seiring terungkapnya kekayaan Rafael Alun Trisambodo yang dinilai tidak sesuai dengan profil jabatannya. Rafael diketahui terakhir menjabat sebagai kepala Bagian Umum Kantor Pajak Jakarta Selatan sebelum resmi dipecat. PPATK menemukan uang tunai sebesar Rp 37 miliar milik Rafael yang disimpan di safe deposit box

Selain itu, PPATK juga telah membekukan rekening milik Rafael dan keluarganya yang terdeteksi melakukan transaksi senilai Rp 500 miliar sejak 2019. Selain kasus Rafael, PPATK juga menemukan transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun milik ratusan pegawai Kemenkeu dalam beberapa tahun terakhir.  

Kiai Acep menjelaskan, dari diskusi para ulama disepakati jika pajak merupakan implementasi kewajiban zakat dalam Islam. Maka kewajiban membayar pajak tidak hanya merupakan bentuk ketaatan sebagai warga negara, tetapi bagian dari kewajiban beragama.

"Para ulama meyakini jika zakat dan pajak merupakan satu kesatuan untuk menciptakan keadilan sosial. Maka barang siapa yang membayar pajak maka gugur kewajiban untuk berzakat," kata pengasuh Pondok Pesantren Cipasung ini. 

Dalam konteks inilah, kata Kiai Acep, negara mempunyai peran penting sebagai amil pajak/zakat. Dengan otoritas dan alatnya, negara dianggap mempunyai kemampuan dalam mendistribusikan pajak/zakat sehingga tercipta keadilan sosial bagi seluruh warga negara.

"Begitu penting peran negara dalam mengelola pajak/zakatnya ini. Maka mereka wajib untuk melaksanakan tugas mereka sebagai amil sebaik-baiknya," katanya. 

Jika ternyata saat ini ada oknum menyalahgunakan pajak, lanjut Kiai Acep, maka pemerintah harus mengusut tuntas dan memberikan hukuman sekeras-kerasnya. Langkah ini penting agar kepercayaan publik yang menjadi wajib pajak kepada pemerintah tetap terjaga.

"Jangan sampai pajak yang dikumpulkan dari orang-orang kecil, baik berupa pajak penghasilan, pajak pertanian, hingga pajak bumi bangunan menjadi tersia-siakan karena ketidakprofesionalan para pengelolanya," katanya. 

Untuk diketahui, ratusan pengasuh pesantren, kiai, bu nyai, dan ajengan anom menggelar Ijtima Ulama di Universitas Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, 11-12 Maret 2023. Mereka di antaranya KH Acep Adang Ruhiyat, KH Abu Bakar Sidik, KH Nuh Addwami, KH Faris Alhaq Fuad Hasyim, dan KH Busyrol Karim. 

Selain menyoroti masalah pajak, forum ini juga membahas tentang kepemimpinan nasional dan berbagai masalah krusial lain seperti child free, kesinambungan pendidikan pesantren, hingga ketersediaan pupuk bagi para petani.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement