Kamis 16 Mar 2023 06:20 WIB

KLHK Catat Ada 116 Komoditas yang Dihasilkan dari Perhutanan Sosial

Pada 2022, nilai transaksi ekonomi dari usaha perhutanan sosial mencapai Rp 118,69 M.

Peserta menata produk kerajinan rotan mereka pada gelaran Pameran dan Promosi Hasil Hutan Bukan Kayu di Taman GOR Palu di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (20/11/2021) (ilustrasi). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat ada sebanyak 116 komoditas yang dihasilkan dari perhutanan sosial dengan luas mencapai 5,31 juta hektare dan melibatkan 1,1 juta kepala keluarga.
Foto: ANTARA/Mohamad Hamzah
Peserta menata produk kerajinan rotan mereka pada gelaran Pameran dan Promosi Hasil Hutan Bukan Kayu di Taman GOR Palu di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (20/11/2021) (ilustrasi). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat ada sebanyak 116 komoditas yang dihasilkan dari perhutanan sosial dengan luas mencapai 5,31 juta hektare dan melibatkan 1,1 juta kepala keluarga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, ada 116 komoditas yang dihasilkan dari perhutanan sosial dengan luas mencapai 5,31 juta hektare dan melibatkan 1,1 juta kepala keluarga.

"Data kami sudah ada 116 komoditas. Ini tentunya banyak komoditas yang besar, seperti kopi dan kayu, tapi banyak juga yang kecil," kata Direktur Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat KLHK Catur Endah Prasetiani dalam diskusi pojok iklim di Jakarta, Rabu (15/3/2023).

Baca Juga

Pada 2022, nilai transaksi ekonomi dari kelompok usaha perhutanan sosial mencapai Rp 118,69 miliar. Sebanyak tiga provinsi dengan nilai tukar ekonomi tertinggi adalah Sumatra Utara, Lampung, dan Nusa Tenggara Barat.

KLHK mengeklaim peningkatan kelas kelompok usaha perhutanan sosial menjadi platinum dan emas mampu memberikan sumbangan terhadap peningkatan nilai indeks desa membangun atau IDM di Solok, Sigi, Lombok Tengah, dan Karangasem.

Prasetiani menuturkan pengelolaan perhutanan sosial memerlukan sinergi dan kolaborasi berbagai pihak karena masyarakat yang mengelola kawasan hutan punya keterbatasan mulai dari sumber daya manusia, modal, hingga pasar.

Apalagi sejak masuknya proses digital yang membuat pasar tidak lagi fisik melainkan telah menjadi pemasaran digital membuat perhutanan sosial perlu inovasi. Bahkan, offtaker kini lebih bebas berbisnis tidak hanya kayu dengan hanya pedagang kayu saja, tetapi pedagang lain juga boleh berbisnis kayu.

"Kita harus (mengelola perhutanan sosial) tidak hanya community development, tapi juga bagaimana untuk akses pasar dengan lebih dari 116 komoditas," ujar Prasetiani.

Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan adat yang dilaksanakan masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya.

Bentuk perhutanan sosial bisa berupa hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanam rakyat, hutan adat, dan kemitraan hutan.

 

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement