Jumat 17 Mar 2023 08:53 WIB

Jadi Wakil Muhammadiyah di Seminar Internasional Filipina, Dosen UMM Bahas Hukum Islam

Dosen UMM berbicara hukum Islam di Indonesia dalam seminar internasional Filipina

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Nashih Nashrullah
Pradana Boy ZTF. Dosen UMM berbicara hukum Islam di Indonesia dalam seminar internasional Filipina
Foto: Humas UMM
Pradana Boy ZTF. Dosen UMM berbicara hukum Islam di Indonesia dalam seminar internasional Filipina

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG – Dosen Hukum Keluarga Islam (HKI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Pradana Boy diundang menjadi pembicara di 1st National Summit on Shari’ah di Filipina pada awal Maret 2023. 

Mewakili Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dia hadir pada pada acara yang diselenggarakan oleh Supreme Counts of the Republic of Philippines. 

Baca Juga

Pria disapa Boy ini menjelaskan, pertemuan tersebut merupakan ikhtiar untuk membawa hukum Islam pada konteks yang lebih luas di masyarakat. Selain dari Indonesia, adapula dua pembicara dari Mesir dan Malaysia. 

Menurut dia, hukum Islam sebenarnya telah berlaku di Filipina tetapi institusi hukumnya baru ada di Mindanao. Maka, salah satu tujuan kegiatan ini adalah untuk menjamin keberadaan institusi hukum Islam di seantero Filipina.

"Terdapat tiga negara yang diundang, yaitu Indonesia, dalam hal ini Muhammadiyah yang diminta, Malaysia dan Mesir. Perwakilan dari Mesir cukup istimewa yakni Duta Besar Mesir untuk Filipina, karena kebetulan dia memang ahli hukum Islam,” katanya dalam pesan resmi yang diterima Republika.co.id, Jumat (17/3/2023).

Dalam diskusi itu, eks staf khusus Presiden Indonesia tersebut menjelaskan mengenai penerapan hukum Islam di Indonesia. 

Dia memaparkan pengalaman Indonesia dalam menerapkan syariah dari masa ke masa mulai dari sebelum kemerdekaan hingga masa reformasi. 

Hal ini tak lepas dari tujuan pertemuan ini yakni mempelajari pengalaman-pengalaman negara lain.

Dalam penjelasannya, dia mengatakan bahwa penerapan hukum Islam di Indonesia sudah ada sebelum Indonesia merdeka. 

Hal tersebut dibuktikan dari pelaksanaan hukum-hukum yang dilakukan kesultanan-kesultanan Islam yang ada di Nusantara. Misalnya, di Jawa yang terdiri atas Demak, Banten, Mataram, Pajang, dan lainnya.

Begitu pula dengan Sumatra yang diisi dengan Kesultanan Palembang, Samudera Pasai hingga Kesultanan Aceh. Hal serupa juga terjadi di pulau lain bahkan hingga Kesultanan Bima.

Menurutnya, hukum Islam sebenarnya telah berlaju di kesultanan-kesultanan dengan aneka variasi dan tingkatan. 

Namun terdapat pasang surut dalam pelaksanaannya di Indonesia. Apalagi saat Belanda datang melalui VOC.

Pada saat itu, kata dia, hukum Islam tetap diberlakukan karena VOC memberikan keleluasaan kepada umat Islam untuk menjalankan hukum Islam. 

Namun setelah keberadaan VOC digantikan Kerajaan Belanda, hukum Islam mengalami dinamika yang pasang surut.

Baca juga: Perang Mahadahsyat akan Terjadi Jelang Turunnya Nabi Isa Pertanda Kiamat Besar?

 

Hukum Islam kemudian berlaku bagi umat Islam secara formal pada masa orde baru melalui pengesahan Undang-Undang Perkawinan 1974. 

Lalu pendirian Pengadilan Agama pada 1989 dan penyusunan Kompilasi Hukum Islam pada 1991 serta banyak lagi. Sementara itu, pada era reformasi, pemberlakuan hukum Islam lebih banyak pada wilayah ekonomi Islam.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement