Jumat 17 Mar 2023 14:24 WIB

Imparsial: Vonis Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Cederai Rasa Keadilan

Imparsial menuding proses hukum terhadap tragedi kanjuruhan ini tidak serius.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
 (Dari kanan-kiri) Terdakwa kasus penyerbuan stadion Kanjuruhan, petugas kepolisian Bambang Sidik Achmadi, Hasdarmawan dan Wahyu Setyo Pranoto tiba untuk sidang putusan di Pengadilan Negeri Surabaya di Surabaya, Kamis (16/3/2023). Para terdakwa terancam hukuman penjara bertahun-tahun atas perbuatan mereka peran dalam pertandingan sepak bola antara Arema dan Persebaya Oktober 2022 yang berakhir ricuh dengan tewasnya 135 suporter.
Foto: EPA-EFE/MADE NAGI
(Dari kanan-kiri) Terdakwa kasus penyerbuan stadion Kanjuruhan, petugas kepolisian Bambang Sidik Achmadi, Hasdarmawan dan Wahyu Setyo Pranoto tiba untuk sidang putusan di Pengadilan Negeri Surabaya di Surabaya, Kamis (16/3/2023). Para terdakwa terancam hukuman penjara bertahun-tahun atas perbuatan mereka peran dalam pertandingan sepak bola antara Arema dan Persebaya Oktober 2022 yang berakhir ricuh dengan tewasnya 135 suporter.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang HAM, Imparsial menyayangkan putusan hakim dalam kasus tragedi Kanjuruhan. Selain menjatuhkan vonis ringan, hakim juga memberikan vonis bebas pada terdakwa.

Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, menilai putusan majelis hakim terhadap keempat terdakwa tersebut mencederai rasa keadilan masyarakat, terutama korban dan keluarga korban. Apalagi mengingat Tragedi Kanjuruhan mengakibatkan sebanyak 135 orang meninggal, 26 orang luka berat dan 596 orang luka ringan.

Baca Juga

"Ini menunjukkan bahwa proses hukum di Indonesia masih belum mampu memberikan keadilan bagi korban dan keluarga korban," kata Gufron dalam keterangannya dikutip pada Jumat (17/3/2023).

Gufron memertanyakan aparat yang seharusnya bertanggungjawab justru divonis bebas oleh hakim di pengadilan. Padahal, mereka seharusnya bertanggungjawab atas keamanan dan keselamatan supporter dalam suatu pertandingan sepakbola. "Dalam realitasnya gagal melaksanakan tanggungjawabnya tersebut hingga jatuh banyak korban," ujar Gufron.

Menurut Ghufron, putusan hakim dalam perkara ini tak bisa diterima akal sehat. "Putusan bebas yang dijatuhkan majelis hakim terhadap dua orang terdakwa dari kepolisian sangat bertentangan dengan logika hukum publik," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra menyebut ketidakseriusan aparat penegak hukum terlihat jelas dalam proses hukum terhadap Direktur Utama PT Liga Indonesia Bersatu Akhmad Hadian Lukita. Ia mengatakan, hingga saat ini, Hadian masih belum dibawa ke pengadilan.

"Karena Kepolisian masih harus melengkapi berkas perkaranya untuk dikirim lagi ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur," ujar Ardi.

Ardi juga menuding proses hukum terhadap tragedi kanjuruhan ini tidak serius. Hal ini menurutnya dapat dilihat dari upaya mengaburkan fakta penembakan gas air mata oleh polisi ke tribun penonton yang mana hal itu merupakan tindakan utama (prima causa) penyebab hilangnya nyawa ratusan orang suporter sepak bola di tanah air.

"Lambatnya penetapan tersangka terhadap mereka yang diduga menjadi pelaku dan bertanggungjawab atas tragedi kemanusiaan tersebut," ujar Ardi.

Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya telah memutus perkara terhadap tiga orang terdakwa tragedi Kanjuruhan pada 16 Maret. Masing-masing terdakwa mendapat hukuman yang berbeda, bahkan ada yang divonis bebas.

AKP Hasdarmawan divonis penjara selama 1 tahun 6 bulan dari tuntutan jaksa sebelumnya tiga tahun. Sementara itu untuk AKP Bambang Sidik (Kasat Samapta) dan Kompol Wahyu (Kabag Ops Polres Malang) justru divonis bebas dari tunutan Jaksa sebelumnya yaitu juga selama tiga tahun.

Sedangkan pada 9 Maret lalu, Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis petugas keamanan stadion satu tahun penjara, sementara ketua panitia pertandingan divonis 1,5 tahun. Di pengadilan militer pada 7 Februari, seorang anggota TNI dijatuhi hukuman empat bulan penjara karena menyerang dua penonton sepak bola saat tragedi Kanjuruhan.

Tercatat, pada 14 Februari 2023, puluhan anggota Korps Brimob mencoba untuk mengganggu persidangan dengan melontarkan teriakan dan sorakan yang menciptakan kegaduhan di depan ruang sidang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement