Senin 20 Mar 2023 14:22 WIB

Bisnis Thrifting Terancam, Pedagang di Pasar Senen: Bunuh Saja Pemerintahmu Itu!

Pemerintah dinilai tidak memberi perhatian dan cenderung berbuat semaunya.

Rep: Eva Rianti/ Red: Fuji Pratiwi
Aktivitas penjualan pakaian bekas atau thrifting impor di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Senin (20/3/2023). Kebijakan pemerintah melarang penjualan barang bekas impor atau thrifting mendapat respons penolakan dari para pedagang di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Para pedagang menilai kebijakan itu sangat merugikan mereka.
Foto: Republika/Eva Rianti
Aktivitas penjualan pakaian bekas atau thrifting impor di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Senin (20/3/2023). Kebijakan pemerintah melarang penjualan barang bekas impor atau thrifting mendapat respons penolakan dari para pedagang di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Para pedagang menilai kebijakan itu sangat merugikan mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pemerintah melarang penjualan barang bekas impor atau thrifting mendapat respons penolakan dari para pedagang di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Para pedagang menilai kebijakan itu sangat merugikan mereka.

Seorang pedagang thrifting, Ucok (nama samaran) kesal dengan kebijakan tersebut. Menurutnya, pemerintah tidak memberi perhatian pada kalangan mereka dan cenderung berbuat semaunya.

Baca Juga

"Ya iya dong ah (keberatan dengan kebijakan pemerintah). Bunuh sajalah pemerintahmu itu!" kata Ucok bernada tinggi saat ditemui Republika di kawasan Pasar Senen, Jakarta, Senin (20/3/2023).

Ucok tak banyak bicara mengenai perkembangan penjualan thrifting impornya selama ini. Namun, dengan nada kesal, dia menekankan agar tidak perlu mengikuti kebijakan pemerintah, baik bagi para penjual maupun pembeli thrifting. "Toh hidup kita begini-begini saja," kata dia.

Senada, pedagang lainnya, Mefi (28 tahun) mengaku sangat kecewa dengan pemerintah atas kebijakan larangan tersebut. Dia mengatakan, barang-barang jualannya memang diambil dari luar negeri, yakni dari Korea Selatan dan Jepang.

"Saya sebagai pedagang kecewa banget. Soalnya bisa dibilang saya bisa bantu (memenuhi kebutuhan hidup) keluarga dari sini," ungkap Mefi kepada Republika.

Menurut penuturannya, setidaknya tiap bulan dia berbelanja dua bal pakaian bekas dari luar negeri. Harga tiap pakaian bekas itu berkisar antara Rp 35 ribu hingga Rp 150 ribu per satu potong pakaian.

"Saya memilih menjual pakaian bekas impor karena (di antaranya) modelnya cuma satu, kalau barang baru kan pasti ada kembarannya. Bahannya juga lebih berkualitas. Kalau dibilang murah sih tergantung barangnya," tuturnya.

Dengan kelebihan-kelebihan itu, Mefi mengaku peminat pakaian bekas impor cukup banyak. Pembeli atau pelanggannya kebanyakan dari kalangan anak sekolah dan kuliahan. Dia pun menyebut, sejak adanya larangan dari pemerintah, penjualannya mengalami penurunan.

"Ya banyak banget peminatnya, makanya mereka semenjak dengar berita-berita kementerian melarang, kayaknya kecewa banget," ujarnya.

Sebelumnya diketahui, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah melarang impor pakaian bekas. Larangan tersebut tertulis dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 18 Tahun 2021, tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Dalam Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) mengusulkan larangan thrifting karena dinilai merusak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal dan dapat merusak industri garmen dalam negeri.

Baca juiga : Asal Mula Thrifting, Aktivitas Belanja Produk Fashion Hemat yang Kian Digandrungi

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement