Jumat 24 Mar 2023 14:38 WIB

Pakar Komunikasi UB: Larangan Buka Puasa Bersama tak Masuk Akal

Kebijakan tersebut justru menimbulkan banyak kecaman dan menjadi bahan tertawaan.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Fernan Rahadi
Relawan Masjid Jogokariyan menata piring makanan untuk berbuka puasa bersama di Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, Kamis (23/3/2023).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Relawan Masjid Jogokariyan menata piring makanan untuk berbuka puasa bersama di Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, Kamis (23/3/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Arahan peniadaan buka puasa bersama para pejabat yang disampaikan Presiden RI Joko Widodo melalui Surat Edarannya (SE) telah menimbulkan beragam kritik dari masyarakat. Hal ini tidak terkecuali dari Pakar Komunikasi dari Universitas Brawijaya (UB), Maulina Pia Wulandari.

Perempuan disapa Pia ini menyatakan, aturan tersebut sebenarnya termasuk bentuk respons dari maraknya sorotan tajam pada perilaku hedonis para oknum ASN dan keluarganya di media sosial. Dengan mengeluarkan SE ini, ASN dan para pejabat publik diharapkan dapat menahan diri untuk tidak bermewah-mewahan. "Terutama saat mengadakan acara buka puasa bersama," kata Pia saat dihubungi Republika, Jumat (24/3/2023).

Meskipun demikian, Pia menilai alasan Covid-19 yang tertera dalam SE cenderung tidak masuk akal dan dibuat-buat. Sebab itu, SE ini tidak bisa digunakan sebagai upaya menjawab tuntutan dan meredam kemarahan masyarakat atas fenomena hedonisme di kalangan pejabat pemerintah, ASN dan keluarganya. Kebijakan tersebut justru menimbulkan banyak kecaman dan menjadi bahan tertawaan masyarakat.

Baca Juga: Larangan Pejabat Buka Puasa Bersama Dinilai Bertentangan dengan Revolusi Mental 

Di sisi lain, pemerintah diketahui telah membiarkan masyarakat untuk mengadakan kegiatan di tempat keramaian seperti konser musik, acara besar partai, pernikahan dan sebagainya selama beberapa bulan terakhir. Merujuk hal tersebut, maka wajar masyarakat mempertanyakan alasan peniadaan buka puasa bersama di ranah pemerintahan. Apalagi aturan peniadaan buka bersama tersebut dilakukan pemerintah karena alasan masalah belum selesainya penanganan Covid-19.

Jika ingin mengajak para pejabat dan ASN menjadi panutan yang baik bagi masyarakat, maka pemerintah seharusnya juga membuat aturan bagi para pejabat, TNI/Polri dan para ASN untuk tidak mengadakan acara pernikahan mewah. "Atau SE Presiden tentang larangan pergi berlibur ke luar negeri, naik pesawat business hingga first class, menginap di hotel bintang 5, makan di restauran mahal hingga belanja barang-barang branded mewah," ucapnya.

Menurut Pia, saat ini masyarakat lebih membutuhkan hukum dapat ditegakkan dengan tegas. Hal ini terutama terhadap perilaku korupsi dan perbaikan sistem birokrasi di pemerintahan yang masih banyak celah untuk melakukan korupsi. Artinya, upaya tersebut tidak hanya dilakukan melalui SE yang fungsinya hanya menjadi 'pemadam kebakaran' yang tidak menyelesaikan inti permasalahan.

Baca Juga: Dua Tahun Ditiadakan, Tarling di Jateng Kembali Digelar

Sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Malang juga turut memberikan tanggapan terkait peniadaan buka bersama selama Ramadhan di ranah pemerintah. Aturan ini sebelumnya dikeluarkan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melalui surat dengan kop surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor R 38/Seskab/DKK/03/2023 tertanggal 21 Maret 2023.

Wali Kota Malang, Sutiaji mengatakan, aturan tersebut sebenarnya bertujuan agar tidak ada euforia dan saling menjaga selama bulan puasa. "Walaupun kontradiktif dengan dibukanya konser dan event-event yang lain yang selama ini sudah jalan, namun kita tetep mengingatkan," jelas Sutiaji.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement