REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof DR Agus Suradika, Dosen Sekolah Pascasarja Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Rabu, 21 Maret 2023, selepas shalat maghrib, datang kiriman WhatsApp (WA) dari seorang teman lama ketika masih bertugas di Pemda DKI Jakarta tentang arahan Presiden terkait larangan berbuka puasa bersama bagi pejabat dan ASN. Arahan tersebut tertuang dalam surat berkop Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor R8/Seskab/DKK/03/2023 tertanggal 21 Maret 2023.
Setelah membaca surat tersebut, spontan dikirim balasan WA dengan komentar: “Ahh…. Arahan kacau ini. Perayaan agama selain Islam gak dilarang. Ini buka puasa saja dilarang.” Dilanjutkan komentar itu dengan pertanyaan “Jangan-jangan surat ini hoax?”
Tidak berapa lama diperoleh berita dari WA teman lain yang juga bekerja di Pemda DKI Jakarta dan masih menjabat di eselon dua. Ia menyatakan bahwa surat tersebut benar dari Menseskab Pramono Anung. Di media sosial, muncul berbagai respons yang mengkritik isi surat tersebut.
Dien Syamsudin, Ketua PP Muhammadiyah 2005-2010 dan 2010-2015, menyatakan bahwa larangan itu malah terkesan tak memahami makna dan hikmah dari prosesi buka puasa bersama di bulan Ramadan. Baginya, buka puasa bersama menjadi ajang meningkatkan silaturahim dan positif bagi peningkatan kerja dan kinerja Aparatur Sipil Negara.
Yusril Ihza Mahendra menyarankan Jokowi untuk tidak melarang kegiatan buka bersama baik di lingkungan instansi pemerintah maupun masyarakat. Ia khawatir hal tersebut dianggap sebagai gerakan anti-Islam. Kritik tajam muncul dari Rizal Fadillah, seorang aktifis dan pangamat sosial dari Bandung. Ia berpandangan bahwa Surat bernomor 38/Seskab/DKK/03/2023 tanggal 21 Maret 2023 tersebut mengarahkan semata pada kegiatan keagamaan adalah sikap anti agama yang menjadi khas komunis atau PKI dahulu.
Lalu bagaimana pandangan mahasiswa mengenai surat Menseskab ini?. Sabtu, 25 Maret 2023, Kelompok mahasiswa program doktor Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Jakarta mendiskusikan persoalan ini dalam sebuah sesi mata kuliah. Dengan latar belakang dan pengalamannya masing-masing, mereka berpendapat mengenai masalah ini.
Berikut ini resume yang dapat dicatat dari diskusi yang diikuti 11 mahasiswa calon doktor, berdurasi 1,5 jam, melalui zoom meeting. Pertama, kebijakan ini tidak berbasis pada argumentasi yang kuat. Dalam ilmu administrasi dikenal dua jenis basis kebijakan, yaitu (a) opinon- based policy (OBP), dan (b) eviden-based policy (EBP).
Dari perspektif OBP argumentasinya sangat lemah. Buka Bersama untuk ASN dilarang, tetapi penyelenggaraan konser Deep Purpe World Tour 2023 di Solo 10 Maret 2023 diizinkan. Presiden Jokowi, Ibu Negara Iriani, dan Walikota Solo yang juga putra Presiden menghadiri acara tersebut. Demikian juga Konser Black Pink 11-12 Maret di Jakarta juga diizinnkan.
Selanjutnya dari perspektif EBP, lebih lemah lagi. Jika kenyataan (eviden-bukti) di masyarakat ASN sedang disorot karena prilaku sejumlah oknum ASN yang tidak menunjukan perilaku hidup sederhana, bahkan hedon dengan gaya hidup mewah, dan gemar flexing (pamer) kekayaan, mengapa acara berbuka puasanya yang dilarang. Tidakkah sebaiknya Presiden memberikan arahan kepada ASN agar di dalam melaksanakan berbuka puasa bersama dilaksanakan dengan penuh hikmat dan sederhana.