REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Bank Indonesia (BI) memproyeksikan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) akan turun ke level di bawah 4 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya (year on year/yoy). Tepatnya yakni 3,5 persen (yoy) pada semester II 2023 setelah September.
Inflasi IHK saat ini masih berada pada level 5,47 persen (yoy) pada Februari 2023. "Perkiraan ini karena ada efek dasar penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun lalu," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Badung, Bali, Rabu (29/3/2023).
Ia juga memperkirakan inflasi inti masih akan berada dalam kisaran level 3 persen (yoy) pada periode tersebut. Tren inflasi di berbagai negara kini masih tinggi meski sudah mulai menurun. Tahun depan, BI melihat kemungkinan inflasi akan mulai kembali ke tren jangka panjang. Saat ini, seluruh ekonomi dunia masih menghadapi turbulensi global setelah tiga tahun pandemi Covid-19.
Menurut Perry, perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat (AS) sedang terjadi, meskipun China saat ini mulai perlahan pulih. Suku bunga Bank Sentral AS, The Fed pun kemungkinan akan terus meningkat mencapai level 5,5 persen, lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama. Untuk diketahui, saat ini suku bunga Fed berada pada level 4,75 persen sampai 5 persen.
"Tentu saja, dolar AS juga masih kuat dengan indeks dolar AS dalam rentang 100,3 hingga 100,5 meski sekarang terdapat permasalahan tiga bank AS dan kondisi keuangan global," tambahnya.
Selain inflasi, ia memproyeksikan beberapa indikator ekonomi Indonesia lainnya akan terus membaik, seperti pertumbuhan ekonomi yang akan tumbuh dalam rentang 5,1 persen (yoy) sampai 5,2 persen (yoy) pada tahun ini dan meningkat menjadi sekitar 5,3 persen (yoy) pada tahun depan, yang didukung oleh investasi, ekspor, dan konsumsi domestik.