REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan, negaranya telah secara signifikan meningkatkan produksi senjata presisi tinggi. Seiring dengan peningkatan tersebut, pasokan persenjataan dan amunisi untuk pasukan Rusia di Ukraina pun bakal digandakan.
"Semua ini memungkinkan untuk melaksanakan tugas yang ditetapkan oleh Panglima Tertinggi (Presiden Rusia Vladimir Putin) sesuai dengan rencana untuk melakukan operasi militer khusus," kata Shoigu saat berkunjung ke markas besar Kelompok Pasukan Gabungan di Moskow, Sabtu (1/4/2023).
Dalam kegiatan yang turut dihadiri para perwira militer senior Rusia itu, Shoigu juga mendengarkan laporan tentang penyediaan amunisi untuk pasukan Rusia di Ukraina. Dia berjanji akan meningkatkan pasokan amunisi guna menunjang pertempuran.
"Volume pasokan amunisi yang paling banyak diminta telah ditentukan. Langkah-langkah yang diperlukan sedang diambil untuk meningkatkannya," ucapnya.
Sementara itu, Duta Besar Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya telah mengatakan, pertempuran di Ukraina tidak akan selesai selama Amerika Serikat (AS) terus menyuplai senjata untuk Kiev.
"Perdamaian dapat dibangun di Ukraina sejak lama jika AS dan sekutunya tidak membanjiri rezim Kiev dengan senjata dan tidak memaksanya melemparkan ribuan wajib militer baru ke dalam pembantaian yang tidak masuk akal," ucap Nebenzya dalam pertemuan di Dewan Keamanan PBB, Jumat (31/3/2023).
Sebelumnya, AS menuduh Rusia berusaha memperoleh persenjataan dari Korea Utara (Korut) untuk digunakan dalam pertempuran di Ukraina. Washington menyebut ada kesepakatan pemberian bantuan pangan dari Moskow untuk Pyongyang sebagai imbalan pasokan persenjataan dan amunisi.
"Sebagai bagian dari kesepakatan yang diusulkan ini, Rusia akan menerima lebih dari dua puluh jenis senjata dan amunisi dari Pyongyang. Kami juga mengetahui bahwa Rusia menawarkan Korut makanan dengan imbalan amunisi," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby, Kamis (30/3/2023).
Terdapat dugaan bahwa kondisi ketahanan pangan di Korut memburuk di bawah kepemimpinan Kim Jong-un. Awal bulan ini, Kim berjanji memperkuat kontrol negara atas pertanian dan mengambil serangkaian langkah lain guna meningkatkan produksi biji-bijian.