REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengungkapkan, perekonomian dunia menghadapi tantangan, terutama krisis perbankan Amerika Serikat dan tingginya laju inflasi dalam waktu lama. Hal ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat menghadiri pertemuan International Monetary Fund (IMF)-World Bank yang diikuti oleh menteri keuangan dan gubernur bank sentral di Washington DC, Amerika Serikat (AS).
Sri Mulyani mengatakan, adanya inflasi serta suku bunga acuan yang masih tinggi dalam waktu lama menekan pertumbuhan ekonomi. “Tahun 2023 adalah tahun yang berat, pelemahan ekonomi akan terjadi di negara maju dan mengalami kenaikan suku bunga akibat inflasi yang melemahkan perekonomian mereka," ujarnya saat konferensi pers APBN KiTA secara daring, Senin (17/4/2023).
Sri Mulyani mengungkapkan, saat Spring Meeting IMF-World Bank minggu lalu, menteri keuangan dan gubernur bank sentral dunia melihat perlambatan ekonomi negara maju akan memberikan dampak pada emerging dan developing countries yang mengandalkan ekspor.
"Reopening China belum mampu memulihkan ekonomi, ini mengonfirmasi pertumbuhan masih lemah dan memengaruhi ekspor-impor," ujarnya.
Sri Mulyani menjelaskan, berdasarkan proyeksi IMF laju inflasi negara berkembang tahun ini akan sebesar 8,6 persen dan negara maju sebesar 4,7 persen. Secara keseluruhan, inflasi global sebesar tujuh persen, akan menurun pada tahun depan.
"Tapi, levelnya secara historis masih tinggi, ini artinya inflasi masih akan tinggi dalam jangka panjang, higher for longer, diikuti suku bunga yang tinggi dan agak panjang," ucapnya.
"Inflasi di negara lain masih sangat struggle, banyak yang di atas lima persen atau Argentina, Turki yang semuanya level tinggi, Argentina di atas 100 persen dan Turki di atas 50 persen,” ucapnya.
Selain itu, inflasi dan suku bunga acuan telah memicu krisis perbankan. Krisis perbankan ini, menurut Sri Mulyani, masih harus diperhatikan secara teliti. Dia mengatakan, Indonesia termasuk negara yang pertumbuhan ekonominya masih terjaga atau bisa tumbuh lima persen pada tahun ini.
"Ekonomi Indonesia di atas lima persen, sedikit (negara) yang bisa bertahan. Ini akan kita jaga. Proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2023 semuanya masih kisaran 2,8 persen, dalam hal ini sedikit lebih lemah dari proyeksi Januari tahun ini. Namun, agak tinggi dari tahun lalu kisaran 2,7 persen-2,8 persen tahun depan diharapkan lebih baik," ucapnya.
Namun, dia menuturkan, Indonesia harus mewaspadai tren penurunan ekspor. Dari catatannya, ekspor Indonesia mengalami kontraksi 13,5 persen pada Maret 2023.
"Seiring dengan kontraksi ini maka industri manufaktur juga mengalami kontraksi 6,2 persen ini tren yang harus kita waspadai," ucapnya.