REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kegiatan mudik saat Hari Raya Idul Fitri bukan sekadar tradisi tahunan dan momen perayaan hari besar bagi umat Islam di Indonesia. Lebaran memiliki makna lebih besar dari sisi wisata dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Anggota Komisi XI DPR RI, Achmad Hafisz Tohir mengatakan, pemudik yang nanti membelanjakan uangnya sepanjang perjalanan dan di daerah tujuan, maka akan membangkitkan UMKM. Seperti di rest area atau toko untuk membeli buah tangan.
"Dengan bergeraknya UMKM daerah, otomatis ekonomi daerah juga ikut bangkit," kata Hafisz, Kamis (20/4).
Ia menekankan, adanya arus mudik dapat meningkatkan belanja masyarakat dan konsumsi rumah tangga. Jadi, tidak cuma memindahkan orang, mudik berpotensi membawa uang dari pusat ekonomi ke daerah-daerah lain yang menjadi tujuan.
Hafisz mengingatkan, ketika arus mudik berlangsung tentu ada dorongan terhadap permintaan. Mulai dari bisnis jasa transportasi, pakaian jadi, makanan dan minuman, perhotelan, telekomunikasi, pariwisata dan lain-lain.
"Terlebih, ada pembayaran THR penuh bagi pegawai swasta, bisa memacu pertumbuhan konsumsi rumah tangga cukup tinggi," ujar Hafisz.
Terkait mobilitas penduduk yang terjadi pada masa mudik dan arus balik, Hafisz turut menyinggung potensi munculnya urbanisasi yang kerap terjadi saat Lebaran. Pergerakan masyarakat ini kerap terjadi setelah mudik atau setelah hari raya.
Sebelumnya, pemerintah memperkirakan potensi pergerakan nasional musim Lebaran 2023 mencapai 45,8 persen dari total penduduk Indonesia atau sekitar 123,8 juta orang. Sedangkan, untuk potensi arus mudik sebanyak 106 juta orang.
Angka ini meningkat tajam dari pemudik 2022 yang hanya 85 juta orang. Kemenkeu menilai, tingginya orang yang mudik bisa memberi dampak positif perekonomian, mengingat setiap Lebaran ekonomi daerah bisa menggeliat sampai 15 persen.