Sabtu 22 Apr 2023 06:05 WIB

Sejarah dan Filosofi Anyaman Ketupat, Sudah Ada Sejak Masa Kerajaan Demak

Sunan Kalijaga mengubah ketupat sebagai sajian bernuansa Islami.

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Partner
.
Foto: network /Ani Nursalikah
.

Pedagang kulit ketupat menyelesaikan pembuatan kulit ketupat yang dijual di kawasan Palmerah, Jakarta, Kamis (20/4/2023). Foto: Republika/Prayogi
Pedagang kulit ketupat menyelesaikan pembuatan kulit ketupat yang dijual di kawasan Palmerah, Jakarta, Kamis (20/4/2023). Foto: Republika/Prayogi

MAGENTA -- Lebaran tiba. Ketupat menjadi hidangan wajib disantap di hari raya Idul Fitri. Panganan yang terbuat dari beras yang dibungkus dengan anyaman daun kelapa muda itu biasaya tersedia di rumah-rumah saat Lebaran.

Ketupat biasa dimakan dengan berbagai lauk, seperti opor ayam, sambal goreng kentang, rendang, maupun sate, dan lainnya.

Ahli sejarah Belanda Hermanus Johannes de Graaf dalam bukunya Malay Annual, menuliskan ketupat pertama kali muncul pada masa Kerajaan Demak (abad ke-15 M). Menurutnya, ketupat diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga kepada masyarakat umum. Melalui kuliner lokal itu, Sunan Kalijaga mengenalkan Islam agar mudah diterima.

.

.

Pada mulanya masyarakat lokal memiliki kebiasaan menggantungkan ketupat di depan pintu rumah. Kelakuan seperti itu dipercaya bisa mendatangkan keberuntungan. Kemudian, Sunan Kalijaga melakukan pendekatan untuk menghilangkan unsur-unsur klenik yang mengikatnya.

Sunan Kalijaga mengubah tradisi yang demikian dengan menjadikan ketupat sebagai sajian bernuansa Islami. Sebuah pendekatan kearifan lokal yang perlu ditauladani, tanpa kehilangan hakikat iman dan Islam secara substansi.

BACA JUGA: Hanya Ada Tiga Jenderal Bintang Lima di Indonesia, Siapa Saja?

Dikutip dari kampusmelayu.ac.id, dalam filosofi budaya Jawa, ketupat merupakan kependekan dari dua kata, yaitu "Ngaku Lepat” (mengaku salah) dan “Laku Papat” (mengakui kesalahan empat tindakan).

Ngaku Lepat diwujudkan melalui tradisi sungkeman seorang anak di pagi syawal sebagai implementasi mengakui kesalahan atau memohon ampunan dan keridhaan, baik yang disengaja maupun tak disengaja. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, rendah hati, memohon keikhlasan, dan ampunan dari orang lain, khususnya kepada kedua orang tua. Dalam konteks luas, ngaku lepat diimplementasikan masyarakat selama bulan syawal dengan saling bersilaturahim.

BACA JUGA: Pakai Cara Ini Agar Ketupat tidak Cepat Basi, Tahan Hingga 3 Hari!


Warga meniriskan ketupat yang sudah matang di usaha rumahan pembuat ketupat, Sleman, Yogyakarta, Kamis (20/4/2023). Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Warga meniriskan ketupat yang sudah matang di usaha rumahan pembuat ketupat, Sleman, Yogyakarta, Kamis (20/4/2023). Foto: Republika/Wihdan Hidayat

Laku Papat adalah mengakui kesalahan empat tindakan. Pertama, Lebaran yang berarti puasa Ramadhan telah berakhir.

Mungkin selama Ramadhan tidak banyak amal, tidak banyak waktu mengingat Allah, tidak mampu diri memetik rahasia Ilahi, tak kuasa diri membendung godaan iblis. Kelalaian diri tak mampu memanfaatkan Ramadhan ditindaklanjuti munajat mohon pengampunan dan harapan diberi kesempatan untuk bertemu kembali dengan Ramadhan tahun depan.

Kedua, luberan atau melimpah. Luberan memiliki makna mengingatkan diri berbagi kepada fakir miskin dan orang-orang yang tak memiliki kemampuan atau kelebihan harta.

.

.

Ketiga, leburan yang memiliki makna meleburkan dosa dengan saling bermaaf-maafan satu sama lain (silaturrahim). Dengan begitu, dosa yang telah diperbuat dapat melebur dan kembali suci (fitrah).

Dan keempat adalah laburan. Laburan berasal dari kata labur atau kapur putih. Makna laburan adalah hati seorang muslim akan kembali jernih dan suci dengan berbagai ibadah yang telah dilakukan.

Tak ada lagi dendam kesumat. Sirna sudah iri dan dengki. Punah kesombongan dan sifat pongah. Hilang pula kezhaliman berganti keadilan.

BACA JUGA: Pernah Ditanya Soal Perbedaan Waktu Hari Raya, Ini Jawaban Buya Hamka


Filosofi Anyaman Kulit Ketupat

Warga menganyam kulit ketupat di Gang Blok Kupat, Babakan Ciparay, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (17/4/2023). Foto: Republika/Abdan Syakura
Warga menganyam kulit ketupat di Gang Blok Kupat, Babakan Ciparay, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (17/4/2023). Foto: Republika/Abdan Syakura

Daun kelapa muda yang dianyam dengang saling bersilang sehingga menjadi ketupat adalah simbol beragamnya kesalahan atau dosa yang dilakukan manusia selama hidupnya. Setelah ketupat dibuka, maka akan terlihat nasi putih yang mencerminkan kesucian hati setelah memohon ampunan atas segala kesalahan.

Anyaman ketupat juga dipahami sebagai jalinan ukhuwah serta penguatan jasmani dan rohani manusia yang seharusnya terjalin menopang antara satu dengan yang lain. Bentuk ketupat melambangkan perwujudan Kiblat Papat Limo Pancer. Maksudnya, sisi ketupat perlambang keseimbangan alam dalam empat arah mata angin utama, yaitu timur, selatan, barat, dan utara.

Meskipun memiliki empat arah, namun hanya ada satu kiblat atau pusat (baitullah). Artinya, ke arah manapun manusia akan pergi ia tidak boleh melupakan pacer (arah) kiblat, yaitu kewajiban melaksanakan sholat.

BACA JUGA: Pesan Buya Hamka: Jangan Buat Diri Merana karena Penyakit Jiwa

Keempat sisi ketupat diasumsikan sebagai empat macam nafsu manusia, yaitu: amarah, lawwamah, supiyah, dan muthmainah. Dengan berpuasa, keempat nafsu itu dapat dapat dikendalikan Oleh karenanya, makan ketupat diartikan sebagai kemampuan seseorang mengendalikan keempat nafsu duniawi tersebut untuk senantisa sesuai dengan tuntunan Allah.

Setelah anyaman daun kelapa muda menjadi ketupat dilanjutkan diisi dengan beras yang sudah dicuci. Lalu, ketupat dimasak dengan merebus dalam air yang mendidih di atas api yang menyala.

Ketika ketupat matang dan dipotong, terlihat nasi putih muncul di dalamnya. Pesan yang tampil atas sucinya hati di pagi syawal, bagai cerminan isi ketupat yang bersih dan putih.

Terakhir, eksistensi ketupat bukan sekadar menu hidangan utama di pagi syawal, tapi mengandung makna yang dalam bagi harapan diri seorang hamba kepada sang pencipta. Hal ini seirama dengan sabda Rasulullah : “Barangsiapa melaksanakan puasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau” (HR. Bukhari dan Muslim).

Wa Allahua’lam bi al-Shawwab

BACA JUGA:

Kisah Soedirman: Guru SD yang Jadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat

Sibuknya Warga Betawi Saat Lebaran: Dari Ngaduk Dodol Hingga Beberes Rumah

20 Ucapan Selamat Idul Fitri dalam Bahasa Inggris untuk Orang Tersayang

Mengenal Sabeni, Jawara Betawi dari Tanah Abang

Korupsi Termasuk Extraordinary Crime, Apa Hukumnya Mensholatkan Jenazah Koruptor?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement