REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat mengungkapkan sholat Idul Fitri 1444 Hijriah yang dipraktikkan Pondok Pesantren Al Zaytun dan bikin heboh tidak berdasarkan tuntutan dari nabi. Ponpes tersebut pun mempraktikkan eksklusivisme agama.
"Eksklusivisme dalam praktek keagamaan harus dicurigai," kata Sekretaris MUI Jabar Rafani Akhyar saat dihubungi, Rabu (26/4/2023).
Menurutnya, praktik sholat berjamaah yang dilakukan oleh ponpes Al Zaytun tersebut tidak ada dalam tuntutan Nabi Muhammad SAW.
"Itu kan imam diapit dua orang seperti dikawal itu nggak ada contoh nabi sholat begitu," ujarnya.
Selain itu keberadaan perempuan pada saf laki-laki saat sholat Idul Fitri tidak mengacu kepada kaifiyat shalat berjamaah. Ia mengatakan perempuan berada di belakang saf laki-laki dan harus memiliki hijab atau perantara.
"Mereka pakai tas dan dasi terus dijaga menunjukkan eksklusivisme. Gak mungkin masyarakat awam gabung pakai jas dan dasi, mana ada orang di kampung punya itu," katanya.
Ia mengaku MUI Jabar sudah mendalami peristiwa tersebut dan meminta aparat untuk segera merespon hal tersebut. Rafani mengatakan peristiwa tersebut telah membuat kegaduhan di kalangan umat Islam.
"Tiba-tiba ada kasus begini membuat heboh, jangan ada skenario untuk membuat kegaduhan di umat. Saya khawatir," katanya.
Rafani menegaskan bahwa Ponpes Al Zaytun sudah eksklusif sejak dulu dan tidak pernah melibatkan jamaah dan selalu tertutup. Ia mengaku akan mendalami kasus tersebut dan mengundang MUI Indramayu.
"Dari awal mereka sudah eksklusif, mereka perlu dicurigai eksklusif itu karena memang di tengah masyarakat informasi yang sampai ke kita tidak pernah melibatkan jamaah selalu tertutup," ungkapnya.