REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yanuar Prihatin, menyatakan tidak akan terjadi penghapusan dan PHK massal terhadap tenaga honorer pada akhir 2023. Sebagaimana diketahui, pemerintah kini tengah mencari jalan tengah penyelesaian tenaga honorer yang tak kunjung usai.
"Saat ini masih ada simpang siur informasi di kalangan pegawai pemerintah non-ASN bahwa tenaga honorer akan dihapus pada 28 November 2023 sesuai dengan aturan yang masih berlaku saat ini," kata Yanuar dalam keterangannya, Kamis (27/4/2023).
Menurut dia, tenaga honorer selama ini resah dan gelisah tentang nasib pengabdian mereka di lembaga pemerintahan. Kedudukan mereka terancam karena amanat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang diperkuat dengan Pasal 99 PP Nomor 48 tahun 2018 bahwa pegawai non-ASN/non-PPPK dapat bekerja hingga 28 November 2023.
Yanuar mengatakan, ketentuan itu menjadi sumber keresahan di kalangan pegawai non-ASN selama ini. Hal itu pula yang selama ini telah menjadi pendorong munculnya gelombang aksi dan protes di kalangan pegawai non-ASN.
Di sisi lain, penerimaan pegawai PPPK terbatas formasinya. Meski begitu, tidak sedikit tenaga honorer yang kurang beruntung dengan kesempatan ini.
Mereka juga mengeluhkan nilai ambang batas untuk penerimaan PPPK terlalu tinggi, sehingga banyak di antara mereka yang tidak lolos passing grade. Kondisi itu, kata dia, tentunya membuat mereka yang sudah lama mengabdi merasa keberatan bersaing dengan sesama mereka yang lebih muda.
"Komisi II DPR RI selama ini telah mendesak Kemenpan-RB agar tidak gegabah menyelesaikan soal yang satu ini. Sebab, dampaknya cukup besar pada stabilitas birokrasi bila salah terapi penyelesaiannya," kata politikus PKB itu.
Dia juga mengingatkan, selama ini tenaga non-ASN membantu pemerintah dalam pelayanan publik, administrasi, dan urusan-urusan teknis lainnya. Karena itu, menurut Yanuar, mereka harus memiliki kejelasan nasib.
Yanuar mengungkapkan, atas desakan Komisi II DPR RI, Menpan-RB, Abdullah Azwar Anas, menyanggupi penyelesaian tenaga honor tidak akan merugikan siapa pun. Dia menyebutkan ada beberapa hal penting yang harus dipertimbangkan serius, seperti tidak akan ada PHK massal tenaga non-ASN.
“Tenaga honorer ini akan tetap bekerja di instansi pemerintah," kata dia.
Menpan-RB Abdullah Azwar Anas menyatakan, setelah bertemu dengan berbagai pemangku kepentingan terkait, pemerintah memiliki empat prinsip untuk menyelesaikan persoalan tenaga non-ASN atau honorer. Untuk formula penyelesaiannya, kata dia, masih dalam pembahasan.
"Mulai dari DPR, DPD, APPSI, Apeksi, Apkasi, perwakilan tenaga non-ASN, akademisi, dan berbagai pihak lainnya. Sehingga didesainlah empat prinsip dalam penanganan tenaga non-ASN," jelas Anas dalam keterangan persnya, Senin (17/4/2023).
Anas menegaskan, prinsip pertama dalam penyelesaian masalah tenaga honorer akan menghindari PHK massal. Dalam upaya tersebut, pemerintah akan tetap melaksanakannya dalam koridor UU ASN. “Prinsip pertama adalah menghindari PHK massal," ujar Anas.
Prinsip kedua, yakni tidak ada tambahan beban fiskal yang signifikan bagi pemerintah. Dia, menjelaskan, kemampuan ekonomi di setiap pemerintah daerah sudah pasti berbeda-beda. Untuk itu, penataan tenaga honorer diharapkan tidak membebani anggaran pemerintah.
Prinsip ketiga adalah menghindari penurunan pendapatan yang diterima tenaga non-ASN saat ini. Anas menilai kontribusi tenaga non-ASN dalam pemerintahan sangat signifikan. Pemerintah berusaha agar pendapatan tenaga non-ASN tidak menurun akibat adanya penataan ini.
“Ini adalah komitmen pemerintah, DPR, DPD, asosiasi pemda, dan berbagai stakeholder lain untuk para tenaga non-ASN,” ujar Anas. Adapun prinsip keempat adalah sesuai regulasi yang berlaku.
Penyelesaian tenaga non-ASN, kata Anas, menjadi perhatian pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan. Pada prinsipnya akan dicarikan alternatif penyelesaian dan saat ini masih dalam proses pembahasan dan kajian yang mendalam terhadap berbagai alternatif.
“Presiden Jokowi telah menginstruksikan untuk mencari jalan tengah. Sudah kita susun prinsip-prinsipnya berdasarkan masukan pemangku kepentingan. Nah untuk formulanya kini sedang dibahas bersama seluruh pemangku kepentingan, sebelum nanti ditetapkan pemerintah," jelas Anas.