REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rasulullah SAW adalah pribadi yang sangat memuliakan perempuan. Bahkan pada masa di mana kedudukan perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki, Rasulullah SAW justru mengangkat derajat perempuan dengan sikap dan tindakannya yang menghormati perempuan.
Namun, cara dan bentuk penghormatan kepada perempuan bukan dengan tidak mengikuti panduan-panduan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, misalnya, dalam sholat. Sebagaimana yang dipraktikkan oleh Pondok Pesantren Al Zaytun Indramayu bahwa menempatkan seorang wanita di barisan laki-laki sebagai bentuk penghormatan pemilik pesantren itu kepada wanita tersebut.
Banyak pihak yang menanggapi kekonyolan ini, termasuk dari alumni Al-Zaytun sendiri yang merasa malu dan merasa harus ikut sibuk mengklarifikasi apa yang dilakukan oleh pendiri pesantrennya itu.
Muslimat Nahdlatul Ulama juga turut buka suara dan meminta agar Al-Zaytun melakukan penghormatan kepada wanita dengan tidak melenceng dari tata cara yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.
“Nabi SAW juga sangat menghormati martabat perempuan. Bentuk penghormatan kepada perempuan ketika shalat berjamaah ya seperti yang Nabi lakukan, karena ini ibadah formal ya jangan ditambah atau dikurangi,” ujar Ketua Pimpinan Pusat Muslimat NU, Mursyidah Thahir, kepada Republika, Jumat (28/4/2023).
Sebagaimana yang pernah Mursyidah sampaikan kepada Republika bahwa tata cara sholat berjamaah yang diajarkan Nabi Muhammad SAW adalah barisan pertama diisi oleh jamaah laki-laki dewasa dan barisan di belakangnya adalah jamaah anak laki-laki, kemudian jamaah anak perempuan dan barisan terakhir diisi oleh jamaah perempuan dewasa.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Shaf yang paling baik bagi laki-laki adalah shaf yang paling awal, sedangkan shaf yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling akhir. Dan shaf yang paling baik bagi wanita adalah shaf yang paling akhir, sedangkan shaf yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling awal” (HR Muslim).
Mursyidah lantas mengirimkan sebuah video yang berisi suara dari Ustadz Ammi Nur Baits. Dalam cuplikan video tersebut, dai muda ini menyampaikan bahwa jika manusia dibebaskan dalam melakukan ibadah dengan cara mereka sendiri-sendiri. Ini sama saja mereka tidak butuh Nabi, yang sejatinya adalah utusan dari Allah untuk memberikan petunjuk-petunjuk kepada manusia.
“Jika manusia dalam beribadah dibebaskan dalam melakukannya dengan cara mereka sendiri-sendiri, berarti sebenarnya mereka tidak butuh Nabi. Adanya Nabi sebagai konsekuensi bahwa mereka perlu penjelasan tentang bagaimana cara beribadah kepada Allah dengan benar. Karena itulah menaati Rasul SAW sama dengan menaati Allah. Sebab menaati utusan sama dengan mentaati yang mengutus,” kata Ustadz Ammi.
Allah SWT berfirman:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
“Barang siapa yang mentaati Rasul, hakikatnya dia menaati Allah,” (QS an-Nisaa ayat 80).
Ustadz Ammi melanjutkan bahwa dalam beribadah kita juga diminta untuk mengikuti sesuai petunjuk yang Allah turunkan.
. ٱتَّبِعُوا۟ مَآ أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّنرَّبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ مِن دُونِهِۦٓ أَوْلِيَآءَ ۗ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu ikuti pelindung selain Dia. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran” (QS Al-A’raf ayat 3).
“Ikuti apa yang telah diturunkan dari Rab kalian kepada kalian dan jangan mengikuti selain Allah, siapa pun orangnya. Sehingga dengan bimbingan inilah mansuia ketika beribadah akan menghasilkan pahala yang maksimal, pahala yang diterima Allah. Sebaliknya, ketika orang itu berbadah kepada Allah tapi tanpa didasari pada panduan tentu, potensi kerusakannya lebih besar dibandingkan potensi kebaikannya,” kata Ustadz Ammi.
Polemik tata cara sholat Idul Fitri yang diselenggarakan Pondok Pesantren Al-Zaytun ini telah memancing beragam pertanyaan dari berbagai pihak dan kembali mengingatkan catatan-catatan negatif yang dimiliki Al-Zaytun pada masa lalu.
Baca juga : Inikah Sosok Wanita di Shaf Depan Bersama Pria saat Sholat Berjamaah Pesantren Al Zaytun?