Senin 01 May 2023 15:18 WIB

Catatan Buruh Yogyakarta: Hidup Buruh tidak Layak, Cabut UU Ciptaker dan Naikkan Upah

Upah buruh di DIY dinilai tidak cukup untuk memenuhi kehidupan yang layak.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Nora Azizah
Anak-anak mengikuti Pawai Budaya Kelas Pekerja untuk memperingati Hari Buruh di Titik Nol Yogyakarta, Senin (1/4/2023).  Aliansi serikat buruh di Yogyakarta menggelar long march atau pawai budaya dalam rangka Hari Buruh dari Tugu Pal Putih hingga Titik Nol Yogyakarta. Aksi diakhiri dengan orasi dari beberapa perwakilan buruh di Titik Nol Yogyakarta.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Anak-anak mengikuti Pawai Budaya Kelas Pekerja untuk memperingati Hari Buruh di Titik Nol Yogyakarta, Senin (1/4/2023). Aliansi serikat buruh di Yogyakarta menggelar long march atau pawai budaya dalam rangka Hari Buruh dari Tugu Pal Putih hingga Titik Nol Yogyakarta. Aksi diakhiri dengan orasi dari beberapa perwakilan buruh di Titik Nol Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Massa buruh di Yogyakarta menyampaikan sejumlah tuntutan pada peringatan Hari Buruh Internasional. Para buruh  mendesak pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi undang-undang 21 Maret 2023 lalu.

"Tuntutannya, satu, agar pemerintah Jokowi segera mencabut Perppu cipta kerja," kata Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Irsad Ade Irawan di Yogyakarta, Senin (1/5/2023).

Baca Juga

Selain itu buruh juga juga meminta kepada Presiden Jokowi agar memerintahkan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah untuk mencabut Permenaker Nomor 5 tahun 2023. Menurutnya Permenaker tersebut merugikan pekerja.

"Karena pada pokoknya dia bisa menjadi dasar hukum bagi perusahaan untuk melakukan penyesuaian upah," ujarnya.

Selain isu nasional, para buruh juga menyampaikan sejumlah isu lokal. Para buruh menuntut adanya kenaikan upah.

"Kami mendesak kepada Gubernur DIY untuk menaikan upah buruh sebesar 50 persen karena upah buruh di DIY tidak cukup untuk memenuhi hidup layak. Hidup layak di angka Rp 3,5 - 4 juta kemudian upah minimumnya baru Rp 4 juta. Maka perlu kenaikan 50 persen sehingga kemudian upah buruh di DIY sampai minimal bisa Rp 3 juta," ucapnya.

Menurut Irsad, murahnya upah buruh di DIY membuat para buruh tidak bisa membeli tanah dan rumah. Karena itu massa mendesak  kepada gubernur DIY dan wakil gubernur DIY untuk membagikan sebagian sultan ground dan pakualaman ground untuk dijadikan perumahan buruh.

"Kemudian yang terakhir kami meminta kepada gubernur dan wakil gubernur untuk mengalokasikan dana keistimewaan APBD DIY untuk dibuat program-program kemakmuran buruh seperti koperasi dan usaha-usaha lain yang dikelola serikat buruh," tuturnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement