REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyebut konflik geopolitik di dunia masih akan berlanjut. Kondisi ini dinilai semakin berat di tengah tantangan ekonomi global.
“Geopolitik belum berakhir, diketahui baru-baru ini juga NATO akan membuat perwakilan di Jepang. Eskalasi geopolitik di Indo-Pasifik meningkat," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat konferensi pers, Jumat (5/5/2023).
Menurut Airlangga, konflik geopolitik yang berkepanjangan akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Dari sisi lain, ada pula tantangan tingginya suku bunga Amerika Serikat yang juga berdampak ke Indonesia.
“Kondisi ekonomi global masih berat, kita lihat dampak inflasi relatif masih tinggi. Kemudian yang kedua tentunya harga komoditas terus melemah dan ekonomi global cenderung mengalami risiko perlambatan,” ucapnya.
Di tengah tingginya tantangan global, Airlangga mengungkapkan, Indonesia patut bersyukur pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin membaik. Bahkan dalam enam kuartal berturut-turut ekonomi Indonesia tumbuh di atas lima persen.
Ke depan, pemerintah berupaya menjaga dan mendorong pertumbuhan ekonomi 2023. Pemerintah akan melanjutkan penerapan kebijakan devisa hasil ekspor.
“Ke depan kebijakan yang sedang kami dorong untuk jangka pendek adalah penerapan devisa hasil ekspor,” ungkapnya.
Airlangga menyebut devisa hasil ekspor menjadi amunisi karena saat ini Amerika Serikat masih terus menaikkan suku bunga acuan. Apabila tidak mengambil langkah mengamankan devisa hasil ekspor, Airlangga menyampaikan potensi capital flight akan tinggi.
“Kalau potensi capital flight tinggi, tentu akan berdampak terhadap stabilitas rupiah, sehingga (kebijakan) devisa hasil ekspor dalam waktu dekat akan segera diluncurkan,” ucapnya.