REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Albert Ray Myers pada awalnya tidak memedulikan perenungan kehidupan setelah kematian. Lelaki yang kini berusia 31 tahun itu tumbuh dalam lingkungan yang cukup jauh dari nilai-nilai tauhid. Sejak berusia tiga tahun, dirinya menetap di Hawaii, Amerika Serikat (AS).
Keadaan masyarakat setempat terkesan jauh dari nuansa Islam yang kental. Suasananya tidak seperti di negara-negara mayoritas Muslim dengan azan yang berkumandang rutin setiap hari, masjid yang banyak serta mudah ditemukan, dan lain-lain. Bahkan, tidak ada aturan atau norma sosial yang melarang seseorang untuk tidak beragama di Amerika Serikat. Menjadi ateis pun sahsah saja di sana.
Albert melalui periode anak-anak dan remaja di Hawaii. Ayahnya merupakan warga setempat. Adapun ibundanya merupakan keturunan Tionghoa yang berasal dari Indonesia. Secara umum, ia sangat menikmati masa-masa bertempat tinggal di pulau lepas Samudra Pasifik itu.
Saat berusia kira-kira 20 tahun, Albert mulai tertarik pada gagasan tentang agnostisisme. Bahkan, ia dengan sadar mengikuti paham tersebut. Bagaimanapun, rutinitas ke tempat ibadah setiap akhir pekan atau perayaan 25 Desember tetap dilakukannya.
Bahkan, saya menjadi agnostik saat itu karena tidak pernah ibadah atau berdoa apa pun sepanjang saya hidup di AS, ujar mualaf tersebut saat menuturkan kisahnya di saluran Youtube Ngaji Cerdas, yang disimak Republika baru-baru ini.
Ketika Albert berusia 21 tahun, orang tuanya mengalami kerenggangan komunikasi. Keduanya lantas memutuskan untuk berpisah. Karena lebih dekat secara emosional, remaja ini memilih untuk mengikuti ibunya yang kembali ke Indonesia. Adapun kedua adiknya tetap tinggal di Hawaii.
Hijrah ke negara Asia tenggara ini membuka lembar baru dalam kehidupannya. Suasana di Indonesia sangat berbeda dengan Negeri Paman Sam, terutama dalam relasi sosial. Di sini, orang-orang menjadikan ibadah-ibadah keagamaan sebagai bagian dari keseharian.
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Albert merasakan rutinitas yang sarat nuansa religiositas. Masjid-masjid marak ditemukan di kota tempatnya tinggal. Kaum Muslimah pun mengenakan hijab atau kerudung untuk menutupi aurat mereka, sebagaimana yang diajarkan agama Islam.
Hingga saat itu, pria tersebut belumlah tergugah. Perasaannya terhadap agama masih sama seperti dirinya kala masih di Amerika Serikat. Baginya, kehidupan adalah kini-di sini dunia saja. Tidak ada itu kehidupan sesudah mati.
Beberapa bulan kemudian, datang kabar yang cukup mengejutkannya. Ternyata, adik lelakinya memutuskan untuk berislam. Albert menduga, keputusan itu diambil karena sang adik ingin menikahi seorang Muslimah.
Yang mengherankannya adalah, adiknya itu termasuk yang paling religius di rumah mereka di Hawaii. Bahkan, beberapa bab dari kitab suci agama lamanya sudah dihafal. Mengapa sampai tertarik pada Islam? Suatu hari, pertanyaan itu diajukan Albert kepada saudara kandungnya itu.
Ternyata, jawaban dari sang adik justru membuatnya tertegun. Sebab, yang diterimanya bukannya pernyataan, melainkan pertanyaan. Adik saya bertanya, pernahkah saya berpikir mengenai apa arti hidup di dunia ini? Bagaimana kita setelah mati? Untuk apa kita hidup? Pertanyaan-pertanyaan itu membuat saya berpikir, katanya mengenang.
Maka, terjadilah dialog antara kakak beradik. Albert dengan terbuka menyimak penjelasan dari adiknya itu mengenai Islam. Agama ini tidak hanya mengatur perihal ibadah-ibadah ritual. Bahkan, Islam juga menerangkan makna eksistensi manusia di dunia. Yakni, menyembah Allah SWT, Tuhan Yang Mahaesa.
Sebelumnya, Albert meyakini bahwa semua agama sama, yakni mengajarkan kebajikan. Setelah mendapatkan detail mengenai pokokpokok Islam, barulah ia mengetahui bahwa ajaran agama ini begitu komprehensif. Islam membahas berbagai sendi kehidupan manusiatidak hanya soal ibadah. Malahan, perkara kebutuhan sehari-hariseperti makanan, minuman, tidur, dan bahkan urusan ke kamar kecilmemiliki aturan tersendiri dalam agama ini.
Baca juga: Shaf Sholat Campur Pria Wanita di Al Zaytun, Ustadz Adi Hidayat Jelaskan Hukumnyahttp://republika.co.id/berita//rtznd5320/shaf-sholat-campur-pria-wanita-di-al-zaytun-ustadz-adi-hidayat-jelaskan-hukumnya
Mulai saat itu, Albert semakin tertarik untuk kian mendalami Islam. Minatnya itu ditunjukkan dengan banyak membaca buku-buku menge nai agama ini. Ia membeli mushaf terjemahan Alquran serta kisah Nabi Muhammad SAW. Beberapa kali, dirinya menonton ceramah-ceramah keislaman yang disampaikan beberapa dai.
Masuk Islam
Di Jakarta, Albert bekerja dengan sebuah perusahaan rumah produksi. Di beberapa lokasi syuting, ia dikenal sebagai sosok yang ramah dan mudah bergaul. Pada suatu hari, ia menjumpai seorang perempuan, bernama Claudia Theresia.
Dari yang semula hanya berkenalan, keduanya kian dekat. Waktu itu, Claudia masih sama seperti dirinya, yakni non-Muslim. Karena semakin akrab, Albert sering kali menceritakan pikiran atau gagasan-gagasannya kepada wanita itu. Termasuk di antaranya, intensi untuk memeluk Islam.