REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR Indra Iskandar mengatakan, surat presiden (surpres) tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Tindak Pidana telah diterima oleh DPR RI pada Kamis (4/5/2023). "Iya betul, DPR sudah menerima surpres tersebut tanggal 4 Mei," kata Indra di Jakarta, Senin (8/5/2023).
Karena saat ini DPR masih dalam masa reses, kata dia, pembahasan RUU Perampasan Aset baru bisa dimulai saat pembukaan masa sidang pada Selasa (16/5/2023). Indra menuturkan, surpres yang telah masuk ke DPR harus dibahas melalui rapat pimpinan (rapim) terlebih dahulu untuk selanjutnya dibawa ke Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
"Setelah rapim lalu dibawa ke rapat Bamus untuk penugasan kepada AKD (alat kelengkapan dewan) yang ditugaskan dan dilaporkan terlebih dahulu dalam (Rapat) Paripurna," tutur Indra.
RUU Perampasan Aset Tindak Pidana telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023 sebagai bagian dari usulan pemerintah. Menko Polhukam Mahfud MD pada Jumat (5/5/2023), mengatakan, Presiden Jokowi sudah secara resmi mengajukan surpres ke DPR RI melalui dua surat pada Kamis.
"Maka sekarang Pemerintah per tanggal 4 Mei tahun 2023 Presiden sudah mengeluarkan dua surat. Satu surat Presiden kepada DPR yang dilampiri dengan Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset dalam Tindak Pidana," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat.
Surat kedua, lanjut dia, Presiden Jokowi menugaskan perwakilan Pemerintah yakni empat pejabat setingkat menteri yang akan melakukan pembahasan RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana bersama dengan DPR RI. "Yaitu dua orang menteri. Satu, Menko Polhukam; yang kedua, Menteri Hukum dan HAM; yang ketiga pejabat setingkat menteri adalah Jaksa Agung; yang keempat pejabat setingkat menteri adalah Kapolri," kata Mahfud.
Adapun pada Rabu (26/4/2023), anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari mengatakan, bola panas untuk menggulirkan pembahasan RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana berada di Pemerintah. "Setelah diserahkan kepada DPR barulah masuk ke tahap berikutnya yakni pembahasan RUU. Selama belum diserahkan maka DPR belum bisa melakukan pembahasan," tutur Taufik.
Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto juga mengatakan, kecepatan pemerintah mempersiapkan naskah akademik dan draf RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana akan menentukan pula kecepatan pembahasan RUU tersebut.