REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dikritik soal pemberian subsidi kendaraan listrik kepada orang kaya atau kalangan yang tidak perlu subsidi. Kritikan itu disampaikan bakal Calon Presiden Anies Baswedan.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, kritikan itu sebenarnya cukup berdasar. Ia mencontohkan, di banyak negara seperti Perancis, model subsidi kendaraan listrik mendorong konversi bagi pemilik kendaraan tua yang merupakan golongan masyarakat berpendapatan menengah ke bawah.
"Kalau orang kaya diberi subsidi negara, sementara tidak ada jaminan mobil BBM-nya (Bahan Bakar Minyak) dijual, maka sama saja subsidi salah sasaran," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (9/5/2023).
Menurutnya, masalah kemacetan tetap sama bahkan semakin parah. Persoalan lain, kata dia, yakni prioritas subsidi sebaiknya didorong bagi transportasi publik dibandingkan untuk kendaraan pribadi.
Bhima menuturkan, jika transportasi publiknya sudah rendah emisi karbon dan nyaman, maka mendorong kendaraan listrik pribadi bisa menjadi kurang relevan. Menurutnya persoalan anggaran pun perlu diperhatikan.
"Tentu ada persoalan anggaran negara juga terbatas, sehingga alokasi subsidi benar-benar harus dipikirkan secara matang, jangan sampai menambah lebar defisit anggaran," tutur dia.
Sebelumnya, bakal calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan mengkritik kebijakan pemerintah soal pemberian subsidi kendaraan listrik. Hal ini dikatakan ketika memberikan pidato politik saat deklarasi relawan Amanat Indonesia (Anies) di Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta pada Ahad (7/5/2023).
Capres yang diusung Partai Nasdem itu menilai subsidi kendaraan listrik bukan solusi masalah lingkungan hidup. Terlebih ketika pemilik kendaraan listrik justru dari kalangan yang tidak perlu disubsidi. Menurut dia, emisi karbon mobil listrik per kapita per kilometer lebih tinggi dari emisi karbon bus berbahan bakar minyak (BBM).