Kamis 11 May 2023 11:14 WIB

Kewajiban Haji Hanya untuk Orang-Orang yang Mampu, Siapa yang Dimaksud?

Haji hanya diwajibkan untuk orang-orang yang mampu sekali seumur hidup

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Jamaah wukuf di Arafah. Haji hanya diwajibkan untuk orang-orang yang mampu sekali seumur hidup
Foto: AP/Amr Nabil
Jamaah wukuf di Arafah. Haji hanya diwajibkan untuk orang-orang yang mampu sekali seumur hidup

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ibadah haji termasuk rukun Islam, namun para ulama sepakat ibadah haji hanya diwajibkan kepada mereka yang mampu saja.

Alquran Al-Karim secara tegas menyebutkan bahwa Allah SWT mewajibkan ibadah haji hanya kepada mereka yang mampu untuk berangkat haji. Maka mereka yang tidak masuk dalam kategori mampu, tidaklah diwajibkan untuk mengerjakan ibadah haji.

Baca Juga

فِيهِ ءَايَٰتٌۢ بَيِّنَٰتٌ مَّقَامُ إِبْرَٰهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Fīhi āyātum bayyinātum maqāmu ibrāhīm, wa man dakhalahụ kāna āminā, wa lillāhi 'alan-nāsi ḥijjul-baiti manistaṭā'a ilaihi sabīlā, wa mang kafara fa innallāha ganiyyun 'anil-'ālamīn

" . . . . mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS Ali Imran ayat 97)

Para ulama lebih lanjut membahas konsep isthitha'ah atau seseorang yang mampu melaksanakan ibadah haji.

Menurut Imam Malik, orang yang sanggup berjalan kaki dan mencari nafkah atau bekerja selama ibadah haji serta adanya biaya yang cukup bagi keluarga yang ditinggalkan, dia sudah masuk dalam kategori istitha'ah (mampu).

Imam Syafii berpendapat istita'ah terbagi menjadi dua, yakni istitha'ah mubasyarah (mampu karena diri sendiri) dan istitha'ah ghairu mubasyarah (mampu karena bantuan orang lain).

Menurut pendapat Imam Syafi'i, petugas haji adalah termasuk dalam kategori istitha'ah ghairu mubasyarah.

Ulama Mazhab Hanafi dan Hanbali menyatakan bahwa istitha'ah meliputi badan sehat, memiliki biaya dan kendaraan, aman dalam perjalanan. 

Sementara, menurut ulama mutaakhirin (kontemporer) dalam istitha'ah perlu dimasukkan unsur kesehatan dan kesempatan mendapatkan kuota, terkait dengan adanya kebijakan negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada 1986, yang menetapkan bahwa kuota haji setiap negara diperhitungkan dengan perbandingan jumlah penduduk Muslim 1.000 : 1, artinya 1.000 Muslim 1 orang yang berhak mendapat kuota haji.

Saat ini isthitha'ah jamaah haji juga mencakup aspek kesehatan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016 tentang Isthitha'ah Kesehatan Jamaah Haji, maupun ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi.

Dikutip dari buku Moderasi Manasik Haji dan Umroh yang dikeluarkan Kementerian Agama RI, 2022. Dijelaskan bahwa istitha'ah berarti seseorang mampu melaksanakan ibadah haji ditinjau dari segi jasmani, rohani, ekonomi, dan keamanan.

Baca juga: Mualaf Theresa Corbin, Terpikat dengan Konsep Islam yang Sempurna Tentang Tuhan

Berdasarkan segi jasmani, yakni sehat, kuat, dan sanggup secara fisik untuk melaksanakan ibadah haji.

Berdasarkan segi rohani, mengetahui dan memahami manasik haji. Berakal sehat dan memiliki kesiapan mental untuk melaksanakan ibadah haji dengan perjalanan yang jauh.

Berdasarkan segi ekonomi, mampu membayar Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditentukan oleh pemerintah. Biaya haji yang dibayarkan bukan berasal dari satu-satunya sumber kehidupan yang apabila sumber kehidupan itu dijual terjadi kemudharatan bagi diri dan keluarganya. Serta memiliki biaya hidup bagi keluarga yang ditinggalkan saat berhaji.

Berdasarkan segi keamanan, aman dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji. Aman bagi keluarga dan harta benda serta tugas dan tanggung jawab yang ditinggalkan.

Tidak terhalang, misalnya mendapat kesempatan atau izin perjalanan haji termasuk mendapatkan kuota tahun berjalan, atau tidak mengalami pencekalan. Tidak ada wabah penyakit, seperti terjadinya pandemi Covid-19 sejak 2019 menjadikan tertundanya isthitha'ah hingga dua kali musim haji.

Artinya, orang yang tidak isthitha'ah maka kewajiban hajinya gugur. Dengan demikian, tidak sepatutya ada jamaah yang memaksakan diri untuk diberangkatkan sementara dia tidak memenuhi ketentuan isthitha'ah

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement