Oleh : Achmad Syalaby Ichsan, Jurnalis Republika.
REPUBLIKA.CO.ID, "Maaf mas, kami tidak mau terjebak adu domba," Demikian kutipan dari jawaban surat elektronik yang diterima oleh Sekretaris Redaksi Republika dari pihak Ma'had Al-Zaytun, 4 Mei 2023 lalu. Republika yang sejak awal memberitakan viralnya video shalat Idul Fitri berjamaah diikuti dengan shalat Jumat berikut tausiyah dari pendiri Ma'had Al-Zaytun Panji Gumilang merasa berkewajiban mendapatkan jawaban langsung dari yang bersangkutan. Sayangnya, surat balasan dari pihak yayasan mengonfirmasi tertutupnya pesantren yang dibangun pada 13 Agustus 1996 tersebut dari media massa.
Dalam video tausiyah shalat Jumat yang ditayangkan secara langsung pada Jumat 28 April lalu, Panji Gumilang juga sempat mencibir pekerja media. Dalam salah satu kutipan pidatonya, Panji Gumilang yang kerap menyebut dirinya sebagai syekh mengungkapkan, semua yang berkepentingan ke Al-Zaytun bisa masuk. "Lha kalau wartawan tv apa itu ya. Abal-abal. yang menerangkan juga gak etis. Masak menerangkan shalat Idul Fitri terus auratnya abal-abal begitu?"
Pelaksanaan praktik shalat Idul Fitri dan shalat Jumat di Al-Zaytun juga kian kontroversial setelah Panji Gumilang memberi dalil mengapa ada seorang perempuan berada di shaf depan. Alih-alih menukil dari ayat Alquran, hadis nabi atau ijtihad dari salah satu dari empat imam mazhab, Panji Gumilang dengan lantang justru berkata,
"Syekh ingat karena ditanya orang, ini mazhab apa? Syekh karena mengagumi orang yang pandangannya luar biasa dalam bidang-bidang ini, Syekh bilang mazhabku adalah Bung Karno, Ahmad Sukarno!"
Dalam pidato tersebut, Panji mengutarakan kekagumannya dengan pemikiran Bung Karno yang termuat dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I. Di antara rangkuman tulisan Bung Karno, terdapat salah satu artikel berjudul Tabir Lambang Perbudakan. Di dalam tulisan yang berisi wawancara koresponden Antara dengan Sukarno, proklamator tersebut memprotes pemasangan tabir di rapat-rapat Muhammadiyah.
Kontroversi praktik keagamaan di Al-Zaytun sebenarnya membuka sedikit kotak pandora dari misteri yang berada di pesantren ini. Al-Zaytun seperti The Untouchable -- tidak bisa disentuh. Meski sudah banyak laporan investigasi yang mengaitkan pesantren tersebut dengan organisasi Negara Islam Indonesia (NII) lewat berbagai buku bahkan investigasi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) 2002 lalu, pesantren ini tetap tak tersentuh.
Padahal, Tim investigasi MUI yang bekerja selama empat bulan menemukan kentalnya ideologi Negara Islam Indonesia (NII) di dalam Al-Zaytun. Sebagai contoh, laporan tersebut menjabarkan jika MUI menemukan adanya indikasi kuat relasi dan afiliasi antara Al-Zaytun dengan organisasi NII KW IX, baik hubungan yang bersifat historis, finansial, dan kepemimpinan. Ada juga temuan penyimpangan paham dan ajaran Islam yang dipraktikkan organisasi NII KW IX seperti mobilisasi dana yang mengatasnamanakan ajaran Islam yang diselewengkan, penafsiran ayat-ayat Alquran yang menyimpang dan mengafirkan kelompok di luar organisasi mereka.
Temuan lainnya, yakni adanya indikasi penyimpangan paham keagamaan dalam masalah zakat fitrah dan kurban yang diterapkan pimpinan Al-Zaytun, sebagaimana dimuat dalam majalah Al-Zaytun.Persoalan Al-Zaytun terletak pada aspek kepemimpinan yang kontroversial (AS Panji Gumilang dan sejumlah pengurus yayasan) yang memiliki kedekatan dengan organisasi NII KW IX. Laporan tersebut juga menemukan indikasi keterkaitan sebagian koordinator wilayah yang bertugas sebagai tempat rekrutmen santri Ma'had Al-Zaytun dengan organisasi NII KW IX.
Semua temuan tersebut tidak lantas membuat Panji Gumilang dan Ma'had Al-Zaytun diproses hukum. Dalam wawancara kepada Republika, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama Waryono Abdul Ghafur menegaskan jika Al-Zaytun masih merupakan pesantren yang berizin resmi sudah sejak lama. Ketika itu, menurut dia, belum ada regulasi pemberian izin operasional pesantren diterbitkan oleh Kemenag. Dia menjelaskan, berdasarkan regulasi, izin operasional Pesantren Al Zaytun berlaku seumur hidup selama pesantren memenuhi ketentuan pendirian dan penyelenggaraan pesantren.
Secara personal, Panji Gumilang memang pernah tersangkut masalah hukum pada 2014. Pria yang memiliki nama alias Abu Totok itu pernah duduk di kursi terdakwa dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen. Polri menerima laporan dari mantan menteri percepatan produksi NII KW9, Imam Supriyanto. Anggota Komisi Pengkajian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Amin Djamaludin, juga menyerahkan dokumen struktur kabinet NII KW9 yang mencantumkan Panji Gumilang sebagai imam atau presiden.
Dalam perkara tersebut, Panji Gumilang hanya divonis sepuluh bulan penjara. Upaya hukum pria yang menyebut dirinya sebagai syekh itu kalah lewat putusan kasasi Mahkamah Agung. Dalam putusan bernomor Putusan Mahkamah Agung No 37 PK/Pid/2015 tertanggal 13 Oktober 2015, Panji Gumilang bersama dengan Imam Supriyanto (pelapor), sempat bersama-sama melakukan pembinaan kader Negara Islam Indonesia (NII). Mereka pun mulai merintis yayasan pendidikan formal pada 1993.
Pada 25 Januari 1994, mereka membentuk Yayasan Pesantren Indonesia. Di dalam akta pendirian yayasan, Imam Suprianto tertera sebagai pendiri bersama Sarwani. Dalam putusan, Panji Gumilang terbukti memalsukan akta yayasan yang mengeluarkan Imam Supriyanto sebagai pendiri pesantren.
Pada 2021 lalu, Panji Gumilang juga sempat diperiksa atas dugaan pelecehan seksual kepada salah seorang pegawai Pesantren Al-Zaytun, yakni perempuan berinisial K. Kuasa hukum pelapor, Djoemaidi Anom, mengatakan, K diduga menjadi korban pelecehan seksual Panji Gumilang. Korban sempat bekerja sebagai marketing kemudian pindah ke Pesantren Al-Zaytun. Sejak ditarik ke tempat baru, korban disebut berkali-kali menjadi korban pelecehan seksual. Korban pun melaporkan Panji Gumilang ke polisi dengan nomor laporan polisi LP/B/212/II/2021. Hingga saat ini, kasus pelecehan seksual tersebut masih sumir.
Di dalam benak penulis, patut menjadi pertanyaan mengapa Panji Gumilang yang sudah 'nyaman' berada dalam kotak pandora dengan semua kontroversi NII nya membuka sendiri kotak tersebut dengan isu yang berbeda. Penayangan Shalat Idul Fitri dan tausiyah Shalat Jumat yang jauh dari praktik shalat jamaah versi pemahaman Islam mainstream belum lama ini mau tidak mau akan mengundang perhatian publik. Apakah karena hendak memasuki tahun politik? Wallahu 'alam bisshawab. Hanya Panji Gumilang dan tembok Al-Zaytun yang tahu.