Kamis 18 May 2023 15:00 WIB

Bos ChatGPT Cemaskan Teknologi AI, Mengapa?

Pemerintah AS diminta untuk intervensi mengendalikan teknologi AI.

Rep: sh/ Red: Natalia Endah Hapsari
Kemampuan kecerdasan buatan (AI) kini memunculkan pertanyaan sekaligus kekhawatiran./ilustrasi
Foto: Unsplash
Kemampuan kecerdasan buatan (AI) kini memunculkan pertanyaan sekaligus kekhawatiran./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kecerdasan buatan (AI) yang terus berkembang memicu keresahan pimpinan perusahaan yang membuat ChatGPT. Bos OpenAI mengatakan kepada Kongres Amerika Serikat (AS) mengenai pentingnya intervensi pemerintah AS atau agensi global terhadap kendali AI.

Hal itu dinilai perlu untuk mengurangi risiko sistem AI yang semakin kuat. "Seiring kemajuan teknologi ini, kami memahami bahwa orang-orang cemas tentang bagaimana hal itu dapat mengubah cara hidup kita. Begitu juga dengan kami," kata CEO OpenAI, Sam Altman, dikutip dari laman Japan Today, Kamis (18/5/2023).

Baca Juga

Altman mengusulkan pembentukan tim khusus di bawah pemerintah AS atau agensi global yang akan melisensikan sistem AI. Tim itu memiliki wewenang untuk mencabut lisensi dan memastikan adanya kepatuhan dengan standar keselamatan.

Perusahaan rintisan OpenAI yang berbasis di San Francisco, AS, menjadi perhatian publik setelah merilis ChatGPT akhir tahun lalu. ChatGPT adalah alat chatbot gratis yang bisa menjawab pertanyaan dengan respons meyakinkan seperti manusia.

Kepanikan sempat muncul di antara para pendidik tentang penggunaan ChatGPT oleh siswa untuk menggarap pekerjaan rumah. Lantas, kekhawatiran meluas terkait kemampuan alat AI generatif itu untuk menyesatkan, menyebarkan kebohongan, melanggar perlindungan hak cipta, juga risiko menggantikan manusia di pekerjaan tertentu.

Didirikan pada 2015 dengan dukungan dari miliarder teknologi Elon Musk, OpenAI telah berevolusi dari laboratorium penelitian nirlaba dengan misi yang berfokus pada keselamatan, menjadi sebuah bisnis. Produk AI populer lainnya termasuk pembuat gambar DALL-E.

Karena belum terlihat tanda-tanda Kongres AS membuat regulasi baru untuk AI, Altman dan CEO teknologi lainnya bertandang ke Gedung Putih awal Mei silam. Lembaga pemerintahan AS berjanji untuk menindak produk AI yang berbahaya, melanggar hak-hak sipil, atau tak sesuai undang-undang perlindungan konsumen.

Altman lantas menjalani pertemuan dengan Kongres AS pada Selasa (16/5/2023). Sidang itu dibuka dengan rekaman pidato yang terdengar seperti suara seorang senator, tetapi sebenarnya tiruan suara dengan pidato sambutan yang kontennya ditulis oleh ChatGPT.

Suara hasil buatan AI itu menirukan Senator AS Richard Blumenthal, yang mengetuai subkomite Komite Kehakiman Senat tentang privasi, teknologi, dan hukum. Hal itu dilakukan atas permintaan Blumenthal dan dia menganggapnya sangat mirip dan mengesankan.

Blumenthal mengatakan perusahaan AI harus diminta untuk menguji sistem mereka dan mengungkapkan risiko yang diketahui sebelum merilisnya. Dia pun menyatakan keprihatinan khusus tentang bagaimana sistem AI di masa depan dapat mengacaukan pasar kerja.

Anggota panel dari Partai Republik, Senator Josh Hawley dari Missouri, mengatakan teknologi itu memiliki implikasi besar bagi pemilu, pekerjaan, dan keamanan nasional. Dia mengatakan sidang tersebut menandai langkah pertama yang penting untuk memahami apa yang harus dilakukan Kongres.

Pada kesempatan terpisah, sejumlah pemimpin industri teknologi menyatakan tidak keberatan dengan bentuk pengawasan terhadap AI, tetapi berharap aturan yang ada tidak terlalu berat. Sebagian mengharapkan regulator AI berskala internasional, sementara ada yang lebih menyukai adanya pendekatan peraturan yang presisi.

"Kami berpikir bahwa AI harus diatur pada titik risiko, dengan menetapkan aturan yang mengatur penerapan penggunaan khusus AI daripada teknologi itu sendiri," ucap kepala privasi dan kepercayaan IBM, Christina Montgomery.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement