Jumat 19 May 2023 13:04 WIB

Menanti Manuver Nasdem Seusai Johnny G Plate Jadi Tersangka Korupsi

Selama ini elite Nasdem selalu menyatakan komitmennya mendukung Jokowi hingga 2024.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (17/5/2023). Johnny G Plate ditahan terkait kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiveer station (BTS) periode 2020-2022. Kasus ini diduga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun.
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (17/5/2023). Johnny G Plate ditahan terkait kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiveer station (BTS) periode 2020-2022. Kasus ini diduga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Wahyu Suryana, Fauziah Mursid, Dessy Suciati Saputri, Bambang Noroyono

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Menkominfo Johnny G Plate, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan BTS 4G di Kemenkominfo. Plate berasal dari Nasdem yang saat ini menjabat sebagai sekretaris jenderal di partai yang dipimpin oleh Surya Paloh itu.

Baca Juga

Pengamat politik, Adi Prayitno mengaku menunggu keputusan Nasdem ke depannya menyusul penetapan tersangka terhadap Johnny G Plate. Lantara nselama ini, elite-elite Nasdem selama ini selalu menyatakan tegak lurus terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan berkomitmen mendukung pemerintahan Jokowi sampai 2024.

"Kita tunggu dalam waktu dekat ini apakah Nasdem akan mengubah iman politiknya atau justru tetap, merasa istiqomah, merasa konsisten, terus menjadi bagian koalisi pemerintah hingga 2024," ujar Adi kepada Republika, Jumat (19/5/2023).

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu melihat, publik pun turut menanti sikap Nasdem apakah mengubah sikap politiknya menjadi kritis dan head to head pemerintah. Hal ini yang belum dinyatakan elite-elite Nasdem.

Terkait kasus Johnny G Plate yang disebut politis, Adi merasa, setiap ada kasus hukum yang membelit kader parpol asumsi itu pasti muncul. Setiap ada parpol terjerat kasus selalu muncul peristiwa itu bagian dari operasi terhadap parpol yang bersangkutan.

Oleh karena itu, ia mengingatkan, ke depannya publik masih akan menunggu kelanjutan kasus itu seperti apa. Sehingga, keraguan-keraguan publik yang merasa kasus ini berbau politis akan sendirinya terjawab nanti.

"Yang jelas, ini babak baru yang membuat begitu banyak orang sebenarnya kaget karena memang prosesnya begitu cepat dan publik menunggu bukti keterlibatan Plate dalam kasus ini," kata Adi.

 

 

Sementara itu, pengamat politik dari Universtitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai, kontestasi Pilpres 2024 akan berat bagi pihak yang berseberangan dengan Pemerintahan Jokowi. Hal itu sudah mulai nampak dan dirasakan Partai Nasdem yang sebelumnya menjadi bagian dari pemerintahan kemudian berbalik mendukung calon presiden Anies Baswedan.

Ujang mengatakan, meskipun penetapan tersangka Johnny G Plate murni persoalan hukum karena diduga merugikan negara hingga triliunan rupiah, tetapi juga tidak lepas dari persoalan politik yang kini diambil Partai Nasdem.

"Saya sih melihat awalnya dari soal politik dari soal pencapresan Anies Baswedan yang terus katakan diganggu, dikerjai sehingga berimpact pada persoalan hukum Johnny G Plate. Memang itu hukum, ada dugaan kerugian negara tetapi tidak lepas dari persoalan politik soal pencapresan Anies Baswedan," ujar Ujang kepada Republika, Jumat (19/5/2023).

Ujang meyakini, seandainya Partai Nasdem mendukung calon presiden dari kelompok yang istana atau Jokowi, maka partai besutan Surya Paloh tersebut akan aman-aman saja. Hal ini kata dia, terbukti Nasdem yang tetap aman sebelum akhirnya peta politik berubah sejak Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan.

Ujang membeberkan, Nasdem sudah mulai tidak diundang dalam pertemuan yang digagas Presiden Jokowi maupun koalisi Pemerintah Jokowi-Ma'ruf. Bahkan Jokowi juga sudah secara terang-terangan menyebut Nasdem sudah bukan bagian dari koalisi karena telah bergabung bersama PKS dan Demokrat mengusung Anies.

"Seandainya Nasdem dulu tidak mencapreskan Anies atau masih dalam kekuasaan mendukung capres yang didukung oleh kelompok istana ya kemungkinan besar ya kasus-kasus Nasdem itu akan aman," ujarnya.

Menurut Ujang, seperti halnya kasus-kasus lain yang melibatkan banyak petinggi partai lain tetapi tidak ditindaklanjuti lantaran sekubu dengan pemerintahan. Namun, berbeda cerita jika tidak sejalan.

"Sama dengan kasus lain yang melibatnya banyak kelompok istana yang dipetieskan, itu kan banyak yang dibiarkan, tidak diusut, tidak diungkap, tetapi kalau mereka berseberangan menjadi oposisi pasti akan diangkat juga," ujarnya.

Ujang melanjutkan, saat ini sudah bukan rahasia umum jika persoalan hukum menjadi alat politik bagi mereka yang tidak sejalan dengan kekuasaan. Ujang pun menyesalkan praktik ini masih terjadi di Indonesia saat ini.

"Kan bukan rahasia umum lagi, bukan tabu juga masyarakat pun sudah tahu, elit politik itu sudah paham terkait dengan persoalan seperti ini, ini kan terjadi pada setiap pemerintahan pada setiap rezim, bahwa ya hukum terkadang dimainkan untuk kepentingan kekuasaan," ujarnya.

"Tetapi ini yang tidak bagus di kita, karena hukum masih menjadi alat politik. Mestinya hukum harus tegak di atas keadilan seperti itu," ujarnya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement