Ahad 21 May 2023 18:13 WIB

25 Tahun Reformasi, Rampai Nusantara Terus Gelorakan Indonesia yang Lebih Baik

Rampai Nusantara peringati 25 tahun reformasi.

Mardiansyah Ketua Umum Rampai Nusantara
Foto: istimewa
Mardiansyah Ketua Umum Rampai Nusantara

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pada 25 tahun lalu tepatnya pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden. Lengsernya Presiden yang sudah menjabat selama 32 tahun ini tidak terlepas dari pergerakan mahasiswa serta elemen masyarakat yang melawan rezim orde baru.

Mardiansyah Ketua Umum Rampai Nusantara yang juga Mantan aktivis 98 dan biasa dipanggil Semar menyebut para mahasiswa saat itu sudah terlalu jengah dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) oleh rezim Soeharto beserta kroninya. Selain itu, mereka juga sudah muak dengan sistem politik yang tersentralisasi oleh Golkar dan ABRI, hingga kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dibungkam. 

Baca Juga

"Saat di zaman Orde Baru itu kita semua merasakan kekejaman Rezim Diktator yang mengeruk kekayaan negara hanya untuk kepentingan dirinya dan keluarga juga para kroninya,sentralisasi kekuasaan yang hanya didominasi oleh militer dengan Dwi Fungsi ABRI nya juga Golkar sebagai partai politik penyokong kekuasaan Soeharto selama puluhan tahun, di tahun 98 itu kita hidup di jalanan untuk memperjuangkan Soeharto turun dari jabatannya sebagai Presiden." Ujar Semar dalam siaran persnya.

Para mahasiswa melalui gerakan bawah tanah terus melakukan konsolidasi. Dibuntuti, dipukuli, hingga ditangkap aparat sudah menjadi makanan sehari-hari para aktivis saat itu. Mereka harus diam-diam mengkonsolidasikan kekuatan mulai dari Jakarta hingga ke daerah-daerah.

"Wah kalo di 98 dulu itu jangankan untuk kumpul-kumpul diskusi,kita dijalan saja ketika naik kendaraan umum seringkali di razia dan kalo kita membawa buku yang dilarang saat itu seperti Karl Marx, Tan Malaka juga beberapa buku lainnya maka langsung diinterogasi dan saya dua kali diinterogasi karena kedapatan di tas saya bukunya Tan Malaka, kenangan indah menegangkan yang tak terlupakan sampai saat ini." Kata Semar.

Pada 21 Mei 1998 pukul 09.00, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Ia menggelar pidato kenegaraan terakhir di credential room Istana Negara: "Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis, 21 Mei 1998".

"Hari ini Tepat 25 tahun Soeharto lengser dan memang belum semua tuntutan Reformasi telah ditunaikan karena hasrat perubahan kami para aktivis 98 sungguh lah besar untuk mewujudkan tatanan nilai-nilai yang terbaik bagi bangsa dan rakyat Indonesia sehingga tidak mudah untuk dapat dengan cepat diwujudkan karena itu saya menyerukan untuk terus menggelorakan perjuangan yang belum tuntas ini dan secara khusus untuk keluarga besar aktivis 98 agar dapat saling menguatkan bahu membahu selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat tapi juga mensejahterakan para aktivis 98 itu sendiri," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement