REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Rusli Abdullah, menyampaikan, sudah menjadi rahasia umum kebijakan Eropa ditujukan agar minyak nabati dari Eropa Timur bisa masuk ke Eropa. Sebab, minyak nabati selain sawit terbukti kalah saing baik dari segi harga maupun produktivitas.
Dengan hadirnya EU Deforestation Regulation (EUDR), mau tidak mau, Rusli menilai pengusaha Indonesia harus mau mengikuti aturan main yang diterapkan oleh pasar Eropa. Alternatif kedua, pemerintah harus mampu mencarikan pasar baru minyak sawit mentah (CPO) baik untuk ekspor maupun hilirisasi untuk kebutuhan dalam negeri.
"EUDR pasti akan berdampak terhadap ekspor kita. Jadi saya kira sudah saatnya mendapatkan pasar di luar Eropa maupun hilirisasi," kata Rusli, Senin (22/5/2023).
Rusli menambahkan, jika nantinya sawit Indonesia bisa menembus pasar-pasar ekspor lain yang menetapkan standar tinggi, akan menjadi kelebihan bagi Indonesia bila menghadapi masalah serupa. "Misalkan kita bisa alihkan ke pasar AS yang juga sulit, ketika Eropa tiba-tiba menghambat, kita bisa dengan mudah memenangkan sengketa," ujarnya.
Dalam aturan EUDR, verifikasi diperlukan untuk berbagai komoditas minyak sawit, ternak, kayu, kopi, kakao, karet, dan kedelai. Dengan begitu tidak menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan di dunia sejak 2021. Peraturan tersebut juga mencakup produk turunan seperti cokelat atau kertas cetak. Keberadaan hutan dinilai penting, sebagai cara alami untuk menghilangkan emisi gas rumah kaca dari atmosfer karena tumbuhan menyerap karbon dioksida saat tumbuh.
Dilansir dari AP News, Sabtu (20/5/2023), Direktur regional Institut Sumber Daya Dunia untuk Eropa, Stientje van Veldhoven mengatakan aturan tersebut sudah diimplementasikan secara efektif. "Undang-undang itu dapat secara signifikan mengurangi emisi rumah kaca yang dihasilkan dari pembukaan hutan tropis untuk makanan dan komoditas lainnya," tulis Undang-undang tersebut.