REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memelihara keturunan merupakan salah satu tujuan syariat. Karena itu, Islam mensyariatkan pernikahan sebagai sarana untuk memelihara keturunan, khususnya bagi orang yang sudah dianggap layak dan memenuhi ketentua yang sudah ditetapkan dalam pandangan Islam.
Dalam Islam, pernikahan tidak bisa dilakukan sembarangan, tapi harus tunduk pada aturan main yang sudah ditentukan. Di antara ketentuannya adalah adanya wali. Menurut Mazhab Syafi’I, wali menjadi salah satu rukun nikah.
Karena itu, pernikahan tidak dianggap sah kecuali ada walinya. Sebagaimana disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar,
“Wali adalah salah satu rukun nikah, maka nikah tidak sah tanpa wali.”
Namun, di sinilah kemudian muncul permasalahan, bagaimana jika seorang ayah memaksa anak gadisnya yang sudah dewasa untuk menikah dengan pilihan sanga ayah karena dipandang sepadan (kufu’), padahal di sisi lain si gadis sudah punya pilihan lain yang ia anggap juga layak?