REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Islam tidak memberatkan seseorang dalam menentukan mahar yang diberikan untuk menikahi perempuan. Namun demikian umat Islam tidak boleh melanggar ketentuan syariat, terutama tidak memberikan mahar yang dilarang dalam Islam.
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjelaskan bahwa terdapat jenis mahar yang dilarang dalam Islam. Yakni mahar yang berupa jenis kelamin, maksudnya adalah nikah syigar. Nikah syigar berarti seorang lelaki menikahi wanita dengan syarat mahar yang dijadikan pernikahan tersebut adalah anak wanita laki-laki untuk menikah dengan wali wanita yang ia nikahi.
Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa para ulama sepakat, contoh nikah yang satu ini ialah seorang lelaki menikahkan seorang wanita yang berada dalam perwaliannya kepada seorang lelaki dengan syarat orang tersebut menikahkan wanita yang berada dalam perwaliannya itu dengannya tanpa mas kawin pada pernikahan kedua tersebut.
Sehingga dalam hal ini mas kawinnya adalah alat kelamin yang dipertukarkan tersebut, hal inilah yang membuat para ulama bersepakat bahwa hukum nikah syighar adalah haram. Namun apakah pernikahan seperti itu bisa sah jika disertai dengan pemberian mahar mitsil?
Menurut Imam Malik, hal demikian tetap tidak bisa dan harus dibatalkan. Baik sesudah atau sebelum terjadi dukhul. Imam Syafii pun setuju dengan pendapat ini, namun demikian beliau berpendapat bahwa jika untuk salah seorang pengantin atau keduanya sekaligus disebutkan ada mas kawin maka pernikahannya dianggap sah dengan mahar mitsil.
Nilai mahar mitsilnya sama atau hampir sama dengan nilai mahar yang pernah diterima oleh saudara, keluarga, dan tetangganya. Dan mas kawin yang telah disebutkan itu tidak berlaku. Menurut Imam Abu Hanifah, nikah syighar sah dengan memberikan mahar mitsil. Inilah pendapat Al-Laits, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan At-Thabari.