REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Publik berasumsi, langkah politik Presiden Jokowi benar-benar sejalan apa yang diputuskan partainya. Terutama, setelah penetapan capres Ganjar Pranowo oleh PDIP.
Namun, belakangan asumsi ini malah tidak sepenuhnya tepat. Pasalnya, Presiden Jokowi menunjukkan adanya keberpihakan dukungan pilihan politiknya tidak hanya kepada Ganjar, tapi juga ke Prabowo Subianto.
Bahkan, kepada calon wakil presiden potensial lainnya seperti Airlangga Hartarto, Erick Thohir, Sandiaga Uno, dan lain-lain. Artinya, Presiden Jokowi memang sedang menunjukkan kepada elit partai dan kepada publik.
"Bahwa ia memiliki posisi politik di beberapa calon yang perlu dijadikan pertimbangan untuk dapat dipilih," kata pengamat politik Aditya Perdana mengatakan lewat rilis yang diterima Republika, Kamis (25/5).
Direktur Eksekutif Algoritma ini menilai, dalam posisi Presiden Jokowi seperti itu, elite partai politik memperhatikan beberapa hal. Satu, restu Jokowi pertimbangan penting dalam rancang bangun arah koalisi partai.
Serta, kaitannya dengan strategi partai dalam kontribusi di pemerintahan berikutnya. Kedua, harapan efek elektoral dari dukungan Jokowi yang bisa dimobilisasi. Berbagai data survei menyebutkan ada potensi tersebut.
Meski begitu, Aditya mengaku, masih ragu itu akan sepenuhnya diikuti oleh suara pemilih karena tentu pemilih memperhatikan sosok figur dan partai yang diusung. Sehingga, tidak sepenuhnya akan merespons pilihan Jokowi. "Apalagi, pilihan tersebut tidak tunggal," ujar Aditya.
Dalam konteks efek dukungan Jokowi, bisa dipahami bila dinamika koalisi pencapresan ternyata tidak mudah ditebak. Tidak cuma soal keterpilihan capres-cawapres yang belum sepenuhnya aman untuk memenangkan pilpres.
Namun, Dosen Fisip Universitas Indonesia itu menambahkan, bagaimana koalisi parpol sampai hari ini belum menemukan kesepakatan tertentu. Yang mana, dapat menjamin keterpilihan kandidat yang diusungnya.
"Inilah situasi yang rumit dalam koalisi pilpres saat ini," kata Aditya.