REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Puan Maharani dan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyoroti regulasi KPU RI yang dapat mengurangi jumlah bakal calon anggota legislatif (caleg) perempuan pada Pemilu 2024. Dua pemimpin lembaga tinggi negara itu meminta KPU "mempertimbangkan" kembali regulasi tersebut dan berkomitmen mewujudkan pemilu yang inklusif gender.
“Anggota DPR perempuan punya peran penting memperjuangkan perempuan, ibu, dan anak, karena memperjuangkan kaumnya sendiri. Jadi aturan pemilu harus mendukung peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen, bukan malah sebaliknya,” kata Puan Maharani lewat keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (26/5/2023).
Regulasi yang dipersoalkan adalah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Khususnya Pasal 8 ayat 2 yang mengatur cara penghitungan kuota caleg perempuan minimal 30 persen.
Pasal itu menyatakan bahwa apabila penghitung kuota 30 persen menghasilkan dua angka di belakang koma tak mencapai 50, maka dilakukan pembulatan ke bawah. Problemnya, pendekatan pembulatan ke bawah itu ternyata dapat membuat jumlah bakal caleg perempuan tidak sampai 30 persen per partai di setiap daerah pemilihan (dapil) sebagaimana diamanatkan UU Pemilu.
Berdasarkan simulasi yang dibuat Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, pendekatan pembulatan ke bawah itu dapat mengurangi jumlah bakal caleg DPR RI perempuan hingga 684 orang. Sedangkan pada level DPRD provinsi dan kabupaten/kota dapat mengurangi jumlah bakal caleg wanita hingga ribuan orang di seluruh Indonesia.
Mengetahui potensi pengurangan bakal caleg perempuan sebanyak itu, Puan menegaskan bahwa keterwakilan perempuan di parlemen adalah hak yang diatur dalam konstitusi. Selain itu, keterwakilan perempuan di parlemen terbukti telah membawa manfaat bagi kesejahteraan rakyat.
Contohnya adalah berhasil mendorong perancangan dan pengesahan UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Sedang diproses juga kini Ada juga beleid yang sedang berproses, yakni Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).
Karena itu, Puan berharap KPU mempertimbangkan kembali PKPU yang dapat mengurangi jumlah bakal caleg dari kaum hawa itu. "Perjuangan perempuan di politik tidak mudah karena lawannya mayoritas adalah laki-laki. Jangan semakin dipersulit dengan aturan yang tidak pro terhadap perempuan,” ujar Ketua DPP PDI Perjuangan itu.
Sementara itu, Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet juga meminta KPU RI mempertimbangkan untuk mengkaji kembali pasal terkait cara penghitungan kuota minimal 30 persen bakal caleg perempuan pada Pemilu 2024 itu. Hal itu perlu dilakukan supaya terwujud pemilu yang inklusif gender.
"(Saya) meminta KPU RI untuk berkomitmen dalam menepati janji untuk selalu mendukung pemilu yang inklusif gender dan mendorong pemenuhan keterwakilan perempuan dalam proses pemilu," kata Bamsoet, yang merupakan Wakil Ketua DPP Golkar itu.
KPU pada 10 Mei 2023 sebenarnya sudah menyatakan bersedia merevisi pasal tersebut. Namun, revisi urung dilakukan usai semua partai parlemen, termasuk partainya Puan dan Bamsoet, menolak rencana pengubahan beleid tersebut. Penolakan itu terjadi saat KPU berkonsultasi dengan Komisi II DPR RI pada 17 Mei 2023.
Lantaran KPU RI memilih tunduk pada kehendak partai politik, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan akhirnya memutuskan untuk menggugat PKPU itu ke Mahkamah Agung. Permohonan uji materi itu akan dilayangkan dalam waktu dekat.
KPU tak mempersoalkan rencana gugatan itu. "Uji materi terhadap peraturan yang diterbitkan lembaga merupakan hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh undang-undang," kata Komisioner KPU RI Idham Holik kepada wartawan, Kamis (25/5/2023).