Senin 29 May 2023 16:48 WIB

Bocor Putusan MK Pemilu Proporsional Tertutup, Ini Komentar KPU

Ketua KPU enggan berspekulasi mengenai bocoran putusan Pemilu proporsional tertutup.

Rep: Febryan A/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua KPU RI Hasyim Asyari. Ketua KPU enggan berspekulasi mengenai bocoran putusan Pemilu proporsional tertutup.
Foto: Republika/Febryan A
Ketua KPU RI Hasyim Asyari. Ketua KPU enggan berspekulasi mengenai bocoran putusan Pemilu proporsional tertutup.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri hukum dan HAM Denny Indrayana mengeklaim telah mendapatkan bocoran putusan Mahkamah Konstitusi, yakni Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI enggan berspekulasi tentang pelaksanaan Pemilu 2024 berdasarkan informasi tak resmi tersebut. 

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan, pihaknya mengikuti pemberitaan media massa bahwa Denny membocorkan putusan MK atas gugatan uji materi sistem proporsional terbuka. Kendati begitu, kata dia, KPU tidak akan berpegang pada informasi dari Denny tersebut karena tidak diketahui kebenarannya.

Baca Juga

"KPU pegangannya nanti kalau sudah ada putusan MK dibacakan karena dari situlah kita mengetahui yang benar. Kalau yang sekarang ini (bocoran Denny), wallahualam, kita tidak tahu," kata Hasyim kepada wartawan di Jakarta, Senin (29/5/2023).

Menurut Hasyim, hanya Denny yang mengetahui kebenaran klaim bocoran putusan MK tersebut. Karena itu, sepatunya Denny menyampaikan kepada publik supaya persoalan ini menjadi jelas. 

Kemarin, Ahad (28/5/2023), Denny Indrayana yang merupakan pakar hukum tata negara itu mengaku mendapatkan informasi penting terkait putusan MK dari "orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya". Namun, orang itu bukan hakim konstitusi. 

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," ujar Denny lewat keterangan tertulisnya. 

Denny menuturkan, putusan MK menerapkan sistem proporsional tertutup itu disetujui oleh enam hakim konstitusi dan tidak disetujui oleh tiga hakim konstitusi. Menurut Denny, penerapan kembali sistem proporsional tertutup berarti Indonesia kembali pada sistem pemilu zaman Orde Baru yang koruptif. 

Adapun Juru Bicara MK Fajar Laksono menegaskan bahwa MK belum membuat putusan atas gugatan sistem proporsional terbuka itu. MK baru menetapkan batas akhir penyerahan keterangan kesimpulan dari para pihak pada 31 Mei 2023. Setelah itu, barulah sembilan hakim konstitusi menggelar rapat permusyawaratan hakim untuk menentukan putusan, dan mengagendakan jadwal sidang pembacaan putusan. 

Sementara itu, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menduga akan terjadi kekacauan politik jika bocoran yang disampaikan Denny Indrayana itu benar. Sebab, partai politik sudah telanjur menyerahkan daftar bakal calon anggota legislatif (caleg) ke KPU dengan logika sistem proporsional terbuka. 

"Kalau di tengah jalan (sistem) diubah oleh MK, (itu) menjadi persoalan serius. KPU & parpol harus siap kelola 'krisis' ini. Semoga tidak ganggu pelaksanaan pemilu 2024. Kasihan rakyat," kata mantan Presiden RI itu. 

Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai. Pemenang kursi anggota dewan ditentukan oleh parpol lewat nomor urut caleg yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan. Sistem ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999. 

Adapun dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg yang diinginkan. Pemenang kursi ditentukan oleh jumlah suara terbanyak. Sistem ini dipakai sejak Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019. 

Sistem proporsional terbuka sebenarnya akan digunakan kembali dalam Pemilu 2024. Hanya saja, enam warga negara perseorangan menggugat sistem tersebut ke MK pada akhir 2022 lalu. Penggugat yang salah satunya kader PDIP meminta MK memutuskan pemilihan legislatif menggunakan sistem proporsional tertutup.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement