REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Habiburokhman menilai bahwa mantan wakil menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana tak bisa dijerat dengan undang-undang, atas tindakannya yang menyebut adanya informasi terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, informasi yang disampaikannya tak masuk dalam kategori rahasia negara.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat tiga jenis rahasia negara. Ketiganya adalah rahasia negara (Pasal 112 KUHP), rahasia militer (Pasal 124 KUHP), dan rahasia jabatan (Pasal 322 KUHP).
"Pasal tersebut adalah pasal yang mengatur babnya itu soal pertahanan dan keamanan negara, misalnya dalam situasi perang membocorkan rahasia kepada musuh dan lain sebagainya. Kalau ini (informasi yang disampaikan Denny) kita tidak lihat seperti itu, ya kan," ujar Habiburokhman di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta.
"Putusan MK ini tidak ada kaitannya dengan perang, dengan situasi pertahanan dan keamanan," katanya menegaskan.
Pernyataan ini sekaligus membantah penjelasan Menko Polhukam yang menilai pernyataan Denny mengarah ke pembocaran informasi rahasia negara.
Menurut Habiburokhman, informasi yang disampaikan Denny bukanlah masalah yang besar. Namun jika informasi tersebut benar, MK tentu sudah menyalahi mekanisme yang ada, karena telah mempunyai keputusan sebelum disampaikan kepada publik.
Apalagi putusan tersebut akan berkaitan langsung dengan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024. Serta akan berdampak pada partai politik yang sebenarnya sudah mendaftarkan bakal calon legislatif (caleg) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Ini bukan hanya di level DPR RI, ada (DPRD) kabupaten/kota, provinsi, sehingga ini bisa di mana-mana gitu loh apa namanya ya ada masalah politik cukup genting di mana-mana. Jadi taruhannya malah bisa terkait penyelenggara pemilunya," ujar Habiburokhman.
Sebelumnya, Denny mengeklaim telah mendapatkan bocoran putusan Mahkamah Konstitusi, yakni Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyayangkan pernyataan Denny Indrayana seputar informasi kebocoran putusan MK soal sistem pemilu. Informasi dari Denny Indrayana, tegas Mahfud, menjadi presiden buruk.
"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara," kicau Mahfud MD lewat laman Twitter-nya, Ahad (27/7/2023) malam.
Polisi, kata Mahfud, harus menyelidiki info 'A1' (terkonfirmasi) yang katanya menjadi sumber Denny. Ini penting agar tidak jadi spekulasi yang mengandung fitnah.
"Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka. Saya yang mantan Ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yg belum dibacakan sbg vonis resmi. MK hrs selidiki sumber informasinya," kata Mahfud menambahkan.