REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemimpin oposisi Rusia yang dipenjara Alexei Navalny merilis kutipan korespondensinya dengan administrator penjara pada Jumat (2/6/2023). Dia merinci tuntutan sarkastik untuk hal-hal seperti sebotol minuman keras, alat musik balalaika, bahkan seekor kanguru, tentu saja permintaannya ditolak.
Tanggapan dari petugas penjara itu diposting di akun media sosial Navalny. Unggahan ini tampaknya dilakukan oleh tim yang dapat bertemu setelah dia menghabiskan hampir 180 hari di sel isolasi sejak musim panas lalu di Penal Colony No.6 di wilayah Vladimir timur Moskow.
“Saat Anda duduk di sel isolasi hukuman dan memiliki sedikit hiburan, Anda bisa bersenang-senang dengan korespondensi dengan administrasi,” tulis Navalny.
Beberapa permintaan yang ditolak termasuk megafon untuk diberikan kepada narapidana di sel terdekat agar dia bisa berteriak lebih keras. Dia juga ditolak karena permintaan minuman keras, tembakau untuk rokok gulung, dan balalaika.
Tapi Navalny mengungkapkan kemarahan pura-pura atas penolakan administrator untuk mengizinkannya memelihara kanguru di selnya. Politisi itu mengatakan, narapidana dapat memiliki hewan peliharaan jika administrasi penjara mengizinkannya.
“Saya akan terus memperjuangkan hak saya yang tidak dapat dicabut untuk memiliki seekor kanguru,” tulis Navalny sinis di postingan media sosialnya.
Pria berusia 46 tahun itu menjalani hukuman sembilan tahun setelah dinyatakan bersalah atas penipuan dan penghinaan terhadap pengadilan. Dia ditangkap pada Januari 2021 saat kembali ke Moskow usai memulihkan diri di Jerman akibat keracunan agen saraf yang dituduhkan kepada Kremlin sebagai pelakunya.
Navalny akan menandai ulang tahunnya yang ke-47 pada Ahad (4/6/2023). Muncul seruan dari timnya untuk melakukan protes guna mendukungnya.
Pengadilan Moskow telah menetapkan 6 Juni untuk persidangan baru Navalny atas tuduhan ekstremisme, yang dapat membuatnya dipenjara selama 30 tahun. Navalny menyatakan, seorang penyelidik mengatakan kepadanya bahwa akan menghadapi sidang pengadilan militer terpisah atas tuduhan terorisme yang berpotensi membawa hukuman seumur hidup.