REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Harga biji kakao di sejumlah pusat penjualan hasil bumi di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, naik menjadi Rp 32 ribu per kilogram di tingkat petani.
Keterangan dari Dinas Perkebunan Provinsi Sultra, Senin (5/6/2023), menyebutkan, kenaikan harga kakao itu dinilai memberi kegembiraan pada petani. Karena permintaan pasar akhir-akhir ini cukup bagus dengan kadar kekeringan di atas 10 persen.
"Kenaikan harga hingga mencapai Rp 32 ribu per kilo gram itu ditingkat petani itu mulai memasuki tahun 2023, sementara di tingkat pedagang pengumpul bisa mencapai Rp 34 ribu hingga Rp 35 ribu per kilogram," ujar Petugas Informasi Pasar (PIP) Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sultra, Adnan Jaya.
Ia mengatakan harga kakao bervariasi itu sudah menjadi ketentuan pasar, di samping tempat atau waktu di mana produk kakao itu dibeli. "Jadi naik atau turunnya harga setiap komoditas itu juga tergantung dari kondisi cuaca, artinya bila musim panas, maka harganya tentu akan lebih baik, bila kondisi hujan maka ikut mempengaruhi kadar air sehingga harga juga turun," ujarnya.
Adnan mengatakan, kondisi musim kemarau selama lebih satu bulan terakhir ini, tidak hanya mempengaruhi harga kakao, tapi terjadi pada komoditas perkebunan lain seperti, cengkih, pala, kemiri dan lada yang cenderung alami kenaikan yang signifikan.
Adnan mengatakan, produk biji kakao yang mendominasi di pasaran, tidak lagi datang dari Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur tapi sudah hampir merata dari beberapa produk kakao dari kabupaten lain di Sultra seperti Konawe Selatan, Konawe dan Bombana. "Hanya memang, para pedagang dengan harga senilai itu, benar-benar kualitas sudah sesuai pasar, sedangkan bila ada yang kadar airnya masih tinggal maka pedagang hanya bisa membeli di bawah harga Rp 27 ribu hingga Rp 28 ribu per kilogram," kata dia.